Lihat ke Halaman Asli

Oh, Prahara Sial!

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apalah arti sebuah angka? Kita bisa saja berbicara demikian, namun masyarakat Indonesia toh sempat dibuat ketar-ketir. Berdebarnya perasaan saat menantikan sidang pleno KPU, Sabtu (1/6) untuk pengambilan nomor urut pasangan capres-cawapres. Barangkali karena kita masih percaya dengan angka sial atau angka keberuntungan. Seharusnya, di Indonesia angka sial yang ditakuti adalah 12, karena ada istilah celaka duabelas.

Tapi toh, kita lebih akrab dengan angka sial 13 dari Barat atau angka 4 dari Tiongkok. Karena angka 4 identik dengan angka mati, karena dalam pengucapannya di bahasa Mandarin, empat dan mati sama-sama diucapkan si. Dan angka 8 diyakini sebagai angka keberuntungan, karena bentuknya yang melengkung sempurna dan tak terputus.

Yah, percaya ga percaya, sih. Buktinya, tak banyak gedung bertingkat sekelas apartemen atau mall yang berani memasang angka 4 atau 13 untuk penomoran lantai hingga kamar. Lantai bernomor urut angka-angka itu biasanya digunakan untuk gudang atau tempat parkir. Artinya, pun orang sekolahan sekalipun ketika memulai bisnis, benar-benar memperhitungkan soal angka-angka ini. Dan angka favorit adalah angka 8, selalu diburu banyak orang karena dipercaya membawa keberuntungan alias hoki.

Ngomong-ngomong soal angka sial, kita kembali ke pengambilan nomor urut di KPU.

Alamak! Waktu tahap pertama pengambilan nomor kubu Prabowo-Hatta Rajasa yang dilakukan Hatta, ia dapat nomor 4 alias angka mati. Sedangkan Jusuf Kalla mendapat angka 8 alias angka keberuntungan! Wah, wah apakah ini pertanda alam akan mendapat nasib tak baik?

Dan, akhirnya ada kejujuran yang melekat pada diri seorang Prabowo Subianto. Kita melihat, bagaimana angka cantik, nomor urut 1 sungguh pas untuk Prabowo. Karena ia memang sungguh mampu bertahan hidup seorang diri tanpa isteri. Sungguh tak dapat dibayangkan, bagaimana Prabowo dapat hidup tanpa pendamping setelah ia bercerai dengan Siti Hediyati karena ada prahara rumah tangga. Mengapa Prabowo bercerai? Sumber yang layak dipercaya mengatakan pemelihara kuda ini tak bisa memimpin rumah tangga. Orang kemudian bertanya-tanya; mampukah ia memimpin negara?

Ah, bagaimana pun angka 1 sungguh bak ironi bagi Prabowo. Atau barangkali juga itu secercah harapan bagi para artis-artis kurang job pemburu lelaki kaya untuk berangan-angan menjadi isterinya.

Walaupun banyak artis cantik yang siap menjadi Nyonya Prabowo, tapi toh yang lebih dipikirkan Prabowo adalah angka sial yang terjaring oleh tangan Hatta Rajasa. Angka (4) yang dipungut Hatta dari kotak kaca di KPU kala itu membuat panik kubu Prabowo-Hatta Rajasa. Itu angka prahara!

Pantas saja jauh-jauh hari kubu ini sudah ketar-ketir, walaupun stok fitnah yang akan dilempar tetap terisi. Betapa tidak, sampai-sampai tangan kanan kesayangan Prabowo seperti Fadli Zon saja ikut panik, dan terserang penyakit minder tak pede. Ia takut berlidah kelu ketika diharuskan Adian Napitupulu di sebuah talk show di televisi waktu itu. Yang berbadan besar saja bisa meminta tak dipanel dengan orang yang berbadan kurus. Jadi tak ada hubungan antara keberanian dengan postur yang besar.

Yah, ini pertarungan David dan Goliath. Barangkali begitu.

Ternyata, mendapatkan angka sial bukan kepanikan pertama di kubu ini. Nyatanya kubu Goliath ini dengan stok kampanye fitnah yang tak senonoh ini memberi tahu kita semua, bahwa mereka sudah susah bak menahan kencing. Jika belum terkencing-kencing. Mengeksploitasi hinaan terhadap fisik merupakan cara rendahan seperti anak SD. Jika seseorang kurus ingin jadi pemimpin di negeri ini, memang apa masalahnya? Toh yang dimakan adalah hasil keringat sendiri, bukan dari bisnis lingkaran otoriter Orde Baru yang akhirnya terseok-seok berutang 14,3 trilyun.

Tak perlulah disebutkan satu persatu isi kampanye hitamnya seperti apa. Sampai-sampai Tabloid Obor Rakyat disebar ke jamaah shalat Jumat hingga pesantren-pesantren di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Media selevel koran kuning penuh sensasi dan fitnah yang dialamatkan untuk dibaca oleh jamaah shalat. Sungguh, sebuah ‘pekerjaan’ yang tak pernah terpikirkan di benak orang-orang baik. Hanya di benak kubu ini saja yang mampu memikirkan cara-cara semacam itu. Pun jika mereka menolak mati-matian bahwa itu bukan pekerjaan tim mereka. Masyarakat Indonesia diminta secara paksa untuk terus mempercayai kebohongan busuk yang menjadi hobi mereka.

Entah apa yang membuat PKS mendiamkan praktik-praktik semacam ini. Bukankah mereka bersikeras bahwa partai tersebut adalah partai bersih yang dalam kegiatan mereka menjunjung tinggi kemuliaan Islam? Entah khusyuk entah tidak shalat Jumat elit PKS setela itu, karena tahu praktik menodai makna ibadah shalat ini dijalankan untuk menghabisi lawan dan memenangkan jagoan? Oiya, namanya juga sudah panik dan terpaksa. Jika sedang terpaksa, hukumnya tak apa-apa, bukankah begitu?

Tetapi, mungkin kita saja yang terlalu melankolis menghargai ibadah. Jika partai rumah besar umat Islam saja, ketua umumnya mengkorupsi dana haji umat. Ini yang digarong bukan sembarang dana, tapi dana milik para tamu Allah, Masya Allah! Ada pula Partai Bulan Bintang yang juga ketua umumnya terlibat kasus korupsi proyek radio komunikasi. Dan ada info A-1, dia juga terbiasa menerima suap miliaran rupiah saat akan mengeluarkan izin HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Maklum, dia menjabat Menteri Kehutanan satu periode.

Kemudian ketua umum Golkar yang terlibat dalam berbagai kasus, seperti lumpur Lapindo dan pengemplangan pajak. Apakah ada yang lupa dengan derita masyarakat yang kehilangan rumah dan kehidupan mereka karena semburan lumpur? Dan demikianlah Aburizal Bakrie, tetap melenggang kangkung dan plesiran ke Maldives dengan pesawat pribadi.

Dan tepuk tangan yang meriah untuk ketua umum PAN yang sukses menjadi Menteri Koordinator Perekonomian selama lima tahun! Korupsi dan kongkalikong mafia minyak bumi Indonesia bersama duet sejoli M. Reza Chalid, kesayangan Cendana. Sungguh, mereka semua adalah kumpulan ketua umum yang ‘hebat’ dan ’sakti’!

Apakah ini semakin dikuatkan dengan angka sial yang didapat oleh Hatta Rajasa? Apa mau dikata, kubu ini memang sepertinya akan diterpa sial, dan sudah terlihat sejak awal. Seperti minyak, hanya akan berkumpul dengan minyak. Yang bermasalah biasanya juga akan ‘nyambung’ dan ‘kongkow’ dengan sesama politisi bermasalah. Memang begitu hukum alam berbicara.

Inilah kesialan yang terus akan berlanjut, karena menjadi tempat berkumpul para petinggi partai yang berada di sana biang kerok pencurian uang rakyat.

Bagaimana caranya mereka bisa terlihat ‘putih suci’ dan ‘tak bersalah’? Sewalah mulut-mulut khotib dan ustad agar sudi dalam tausyiah mereka menyampaikan pesan-pesan politik, seperti Pilih Jenderal Prabowo yang Pro Islam, dan argumentasi yang tak masuk akal lainnya. Menyebarkan tausyiah dalam bentuk pesan pendek atau di media sosial, tentang bagaimana Ustad Arifin Ilham ‘menasehati’ jamaah untuk memilih Prabowo sebagai presiden. Atau juga membayar Aa Gym sebagai narasumber untuk membunuh karakter lawan politik Prabowo secara ‘islami’.

Mereka saja sudah korup dengan gelar ulama di pundak mereka! Seharusnya ulama itu milik seluruh umat dan golongan, mencerahkan dan menyejukkan, bukan memecah belah dan berkata hasut. Masih silau rupanya para pemuka agama ini dengan gemerlap dunia.

Lalu membahas makna angka dan kesialan yang mereka dapat itu, bisa jadi dicibir dengan kata-kata favorit pendukung Prahara; bid'ah. Saya sarankan untuk mengurusi bid'ah Tabloid Obor Rakyat saja, lebih baik dan lebih membangun.

Yah, rupanya nomor urut 1 benar-benar pas untuk orang-orang yang gemar menuding dan menunjuk kesalahan orang lain. Satu jari dipakai untuk memojokkan orang lain, tapi sungguh lupa ada empat jari yang menunjuk ke diri mereka sendiri. Toh, satu per satu fitnah yang dilontarkan ternyata sebenar-benar TERINSPIRASI dari diri jagoan mereka sendiri; Prabowo. Silahkan list saja sendiri, dan cocokkan dengan kenyataan yang setiap hati terungkap. Fitnah kepada lawan politik itu, tak lain sesungguhnya keadaan sesungguhnya komandan mereka sendiri.

Malu? Tentu saja tidak, mereka sudah lama menelan urat malu bulat-bulat, seiring dengan uang rakyat yang mereka garong.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline