Geliat film nasional semakin menunjukan perkembangan yang cukup signifikan, terbukti dari banyaknya para sineas yang mulai aktif berkarya dalam dunia perfilam serta semakin banyaknya bermunculan berbagai genre mewarnai layar bioskop bahkan ada yang rela sampai antri hanya untuk menjawab rasa penasaran serta keinginannya memyaksikan tayangan yang sedang booming.
Setidaknya, Kita patut berbangga bahwa masyrakat kini sudah cukup menghargai film nasional. Jika dahulu di ajak nonton film Indonesia, jawabannya "males ah..entar juga tayang di tivi." Mungkin bisa jadi pertimbangan juga untuk para rumah produksi mengenai hak cipta penayangan filmnya.
Potensi film Indonesia untuk bersaing di kancah internasional sangat besar. Namun, agar film lokal dapat menembus kancah global, ada baiknya membuat produksi film dengan ciri khas Indonesia sebab sesuatu yang baru dan berbeda lebih mudah menarik animo dunia.
Tapi tetap saja sebuah ide kreatif yang menawarkan hal baru selalu memukau dan mencuri perhatian. Ada beberapa hal yang masih harus diperbaiki terutama para sineas. Yakni masih banyak peoduksi film negeri terkesan "latah" jika ada film yang cukup laris dipasaran maka film serupa akan bermunculan, namun tidak semua bisa mengulang kesuksesan yang sama. Malah justru banyak membuat penonton kecewa dan akhirnya di tinggalkan, sehingga masa tayang pun terbilang singkat (padahal biaya pembuatan film cukup mahal).
Belum lekang kan dengan film Ayat-Ayat Cinta dan Laskar Pelangi, bisa dikatakan film ini cukup sukses mengundang ribuan pasang mata untuk menyaksikannya hingga rela berantri berjam-jam. Film yang cukup sukses di adopsi dari buku, semakin banyak di ikuti rumah produksi lainnya. Namun, sempurna..tidak ada yang total memuaskan para penonton yang rela mengeluarkan uangnya untuk membeli tiket. Sebagian besar film yang diadopsi dari buku kerap memunculkan rasa kecewa dan berpendapat lebih nikmat ketika membaca bukunya.
Tahun 2017, genre film horor dan komedi cukup mendominasi perfilman nasional dan menghiasi list bioskop tanah air. Hal ini tak terlepas dari peran para komedian dan komika yang turut meramaikan euforia perfilman nasional di genre komedia. Oh, iya film recyle pun dibuat kembali dengan tema yang lebih kekinian. Selain warkop DKI yang di bintangi para aktor tampan, ada yang cukup fenomenal yakni film 'Pengabdi Setan'.
Tangan dingin Joko Anwar bersama segenap team juga para aktris dan aktor memberikan secercah harap perfilman nasional untuk melenggang ke ranah International. Untuk di dalam negeri saja film Pengabdi Setan telah meraih banyak penghargaan.
Mungkin itu salah satu film nasional yang cukup beruntung mendapat posisi di hati masyarakat. Justru banyak para pengamat film menyatakan, sebagian besar film yang memiliki kualitas mumpuni namun kurang mendapat minat dintengah masyarakat sehingga cepat sekali turun layar, katakanlah seperti Athirah atau Night Bus padahal di film festival film tersebut memasuki nominasi dan ada yang membawa pulang penghargaan.
Peran sebuah film sebenarnya cukup membawa pengaruh besar lho. Masih ingat ketika tengah boomingnya film 5CM, sejak saat itu semakin banyak orang yang berbondong-bondong mendaki gunung. Namun, sayang hal itu tidak di imbangi dengan kesadaran menjaga lingkungan. Sedih ketika mendengar kabar bahwa pada edisi liburan Taman Nasional Gunung Semeru mengeruk sejumlah ton sampah.
Dan tampaknya dinas pariwisata sudah cukup menyadari bahwa film bisa menjadi ajang promosi yang cukup bagus. Saat ini semakin banyak film nasional mengeksplorasi keindahan sudut tempat indah di Indonesia.
Dalam peringatan hari film nasional yang jatuh setiap tanggal 30 Maret tentu saja membawa harapan besar untuk kemajuan perfilman tanah air untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri di tengah gempuran film hollywood atau asing lainnya yang selalu membawa konsep menarik.