"Tahun 2013-2014, sumur minyak bisa mendapatkan 5 ton per hari. Jika diolah bisa menghasilkan ratusan liter solar. Sekarang hasilnya tidak menentu, Mas" keluh Ernawan, sembari tangannya cekatan memasukkan kayu bakar ke tungku penyulingan minyak. "Kondisi sekarang ini sulit. Cari kerja lain juga susah. Jadi, daripada nggak kerja, ya kita telateni yang ada. Biar asap dapur tetap mengepul." ungkap Ernawan lagi
Masa keemasan sumur minyak tradisional Wonocolo, Bojonegoro sudah berlalu. Emas hitam alias minyak bumi Wonocolo sudah tidak lagi menjanjikan. Volume minyak yang diambil dari perut bumi sudah sangat jauh berkurang.
Akibatnya, banyak kepala keluarga yang selama ini menggantungkan hidupnya pada pengambilan minyah mentah dan penyulingan minyak jadi solar sangat kesulitan mencukupi kebutuhan ekonominya.
Penyumbang 25% Minyak Dalam Negeri
Bojonegoro, kabupaten paling Barat Provinsi Jawa Timur memiliki banyak kilang minyak dan gas. Daerah ini termasuk penghasil minyak terbesar di Indonesia. Tak kurang dari 25% pasokan minyak bumi nasional, dikirim dari kilang minyak yang tersebar di Bojonegoro.
Saya ikut merasakan nikmatnya kucuran minyak ini. Bisa melewati jalan raya berupa beton cor antara Kecamatan Padangan sampai kota Bojonegoro yang lebar. Bisa berjajar sampai 5-6 mobil lebarnya. Termasuk saat melintasi daerah pedesaan dari Dander ke Nganjuk yang membelah bukit, hutan Jati, dan kebun penduduk.
Jalannya memang tidak terlalu lebar. Tapi mulus beraspal. Sebagian berupa beton cor yang kokoh. Tentunya semua itu dibangun dari APBD yang disumbang dari hasil penjualan minyak.