Lihat ke Halaman Asli

Teguh Hariawan

TERVERIFIKASI

Traveller, Blusuker, Content Writer

Blusukan Museum Virtual: Mengakali Larangan Memotret Arca Terbaik Nusantara

Diperbarui: 14 April 2020   00:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sylvana Toemon via bobo.grid.id

Bukan karena semua museum ditutup, saya beralih blusukan ke museum virtual. Blusukan virtual ini juga untuk melampiaskan kejengkelan saya dulu saat ditegur security ketika memasuki lantai 4 Museum Nasional (Musnas), Jakarta. 

Gara-garanya, saya pura-pura nggak melihat ada tulisan "Dilarang Memotret" saat melewati pintu ruang pamer Lantai 4 Musnas. Target saya sejak lama - karena beberapa kali ke Musnas sempat kecele lantaran Lantai 4 masih renovasi- adalah memotret arca asli Pradnya Paramita. 

Arca Pradnya Paramita adalah arca terbaik dan tercantik yang pernah dibuat pematung Jawa Timur zaman kuno. Ditemukan tahun 1819 oleh D Monnereau di sekitar Candi Singosari Malang.

Ada yang menyebut ditemukan di sekitar Candi Wayang, yang sekarang sudah jadi pemukiman penduduk. Disebut Pradnya Paramita (prajnaparamita) karena secara harfiah bermakna "kesempurnaan dalam kebijaksanaan".

Oleh Monnerau arca ini diserahkan pada CGC Reinwardt tahun 1820. Dua ratus tahun lalu! Akhirnya arca ini berkelana menyeberang Samudera Hindia dan masuk Samudera Atlantik. 

Menetap di Rijksmuseum voor Volkenkunde Leiden, Belanda bersama barang langka lainnya yang dirampas dari tanah jajahan Hindia Belanda. Tapi, syukurlah, sekarang sudah kembali ke tanah air dengan meninggalkan kesedihan bagi sebagian warga Belanda yang begitu mencintainya. 

pinterest.com/BERDINA BURNS

Dilarang Memotret!

Kembali ke Musnas.....Nah, begitu saya memasuki ruang pamer Lantai 4 Musnas, saat itu tak ada seorangpun yang berjaga di ruang reception di pojok depan pintu. Mungkin pada ke toilet atau makan siang, kali ya. Saya segera masuk saja sembari mencari dimana sang Putri Pradnya Paramita berada. 

Kalau orang Malang, dan sebagian sejarawan, mengidentifikasi arca ini sebagai Ken Dedes, karena menghubungkan kecantikan sang arca dengan kecantikan Ken Dedes, istri Akuwu Tunggul Ametung, penguasa Tumapel yang akhirnya direbut Ken Angrok dalam cerita di Kitab Pararaton. 

Ken Angrok, begitu kesengsem dengan Ken Dedes, selain karena kecantikannya juga lantaran Ken Angrok dapat wisik/ petunjuk, dari goagarbha (ada yang menyebut betis) Ken Dedes mengeluarkan sinar. Ken Angrok mendapat informasi, jika ada perempuan yang goagarbha-nya mengeluarkan sinar, maka perempuan itu akan melahirkan orang-orang besar/ raja di zamannya.

Tak lama berjalan melewati beberapa koleksi, akhirnya ketemu juga dengan sang arca. Posisinya tak lebih dari 10 langkah setelah memasuki pintu ruangan. Saat itu saya sendirian di ruang pamer lantai 4. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline