Informasi di facebook tentang adanya Prasasti di Gunung Bendil menarik perhatian beberapa orang anggota komunitas sejarah. Salah satunya, Sudi Hardjanto, ketua Komunitas Tapak Jejak Kerajaan yang homebase-nya di Sidoarjo.
Sore itu, sekira pukul 15.00, beliau menghubungi saya. "Saya mau ke Prasasti Watu Tulis. Kalau ada waktu, ayo blusukan ke sana sekitar pukul 16.00. Bareng-bareng ya," ajak Mbah Dokter, panggilan akrab Sudi Hardjanto. Beliau sehari-hari memang seorang dokter umum yang praktik di Sidoarjo.
Mumpung sore itu luang, saya hubungi beberapa rekan Komunitas Jelajah Sejarah Budaya Pasuruan. Sentot dan Pak Iman, serta Riky bisa terhubung. Segera, tanpa persiapan macam-macam kami berempat naik motor menuju lokasi.
Senjata andalan saat blusukan yang wajib dibawa adalah kamera plus sebotol air mineral. Lokasi prasasti, menurut teman facebook Asto Bowo, ada di Dusun Jeruk, Kelurahan Ledug. Sekitar 30 menit bermotor dari rumah.
Mentari mulai jatuh. Sore itu, setelah kontak lewat handphone, ternyata Mbah Dokter sudah di lokasi. Segera kami berempat menyusulnya. Kami tiba di sebuah gang sempit di ujung Timur Dusun Jeruk.
Kami titipkan motor di salah satu rumah penduduk dan bergegas masuk gang, mengejar Mbah Dokter Sudi yang sudah menunggu di lokasi. Perjalanan hanya sekitar 10 menit jalan kaki dari tempat penitipan motor.
Melewati kebun dan tegalan yang tanahnya kering. Setelah melewati rimbun Bambu dan Hutan Pinus, kami bersua Mbah Dokter yang sendirian di tengah hutan. Ditemani vespa kesayangannya yang sudah dipaksa lewat jalan-jalan sempit berbatu.
Sikat Gigi, Air dan Tepung
Kami berlima segera melanjutkan perjalanan menuju Gunung Bendil, dimana Prasasti Watu Tulis berada. Sebenarnya lokasi ini bukan gunung. Persisnya adalah sebuah bukit kecil di perbatasan kebun dan hutan milik Perhutani. Jalannya landai.
Menyusuri Hutan Pinus yang asri. Sampai akhirnya kami tiba di bukit kecil. Di pelataran berumput itulah sebuah batu bertulis diletakkan. Karena ada batu bertulis, maka masyarakat menyebutnya Prasasti Watu Tulis. Di pinggir pelataran tumbuh semak dan sebuah pohon langka. Masyarakat menyebutnya Pohon Kemlaka.
Mbah Sudi berjongkok di depan batu prasasti yang panjang dan lebar permukaannya masing tak lebih dari 50cm. Ditatapnya lamat-lamat permukaan batu yang penuh goresan-goresan aksara kuno.