Gunung Buthak, sebenarnya adalah bukit kecil di kaki Gunung Welirang. Terletak di Desa Kemlaka, Kecamatan Trawas. Kurang lebih 40 Km di Tenggara kota Mojokerto. Bukitnya penuh dengan rimbun hijau.
Pohon-pohon rapat menutupi seluruh tubuhnya. Menyediakan kesejukan dan air berlimpah buat sekitarnya. Konon, di bukit inilah, Prasasti Kudadu (Prasasti Gunung Buthak) ditemukan.
Prasasti ini penting, karena isinya tentang peristiwa pelarian Raden Wijaya (Sanggramawijaya) dari istana Singhasari, dikejar pasukan Jayakatwang dari Gelang-gelang. Sampai akhirnya, Raden Wijaya mendirikan dan menumbuhkan kerajaan baru Wilwatikta (Majapahit). Selain prasasti, di tempat ini tersebar beberapa peninggalan arkeologi yang menarik untuk dicermati.
Nah, pagi itu, saya dengan sekitar 20 anak KIR binaan saya, kembali blusukan dan hunting penulisan reportase dan karya tulis ke sekitar Gunung Buthak. Perjalanan dari sekolah ke lokasi ditempuh hanya sekitar 30 menit.
Menggunakan dua mobil angkutan pedesaan yang dicarter dari Prigen sampai lokasi di Jalan Arca, Desa Kemlaka, Trawas. Ongkosnya 50 ribu per mobil. Sebenarnya, lokasi hunting bisa dijangkau dengan naik kendaraan. Tapi, saya ajak anak KIR untuk turun di pinggir jalan utama lalu jalan sehat mendaki bukit.
Menyusuri jalan kampung yang sudah beraspal halus. Menyerap udara segar nan sehat di pagi hari. Sekalian melatih otot-otot kaki. Tujuan pertama adalah mengunjungi situs Reco Lanang. Inilah aktifitas outdoor di sekolah yang memadukan trekking, hunting dan ecowalk serta jurnalistik.
Reco Lanang
Dengan penuh semangat, tak sampai 15 menit, tanjakan menuju situs Reco Lanang, tuntas dilewati. Akhirnya tiba di tepian hutan, di kawasan Gunung Buthak. Seluruh peserta hunting saya arahkan menuju gerbang masuk situs. Karena masih pagi, petugas nampaknya belum datang. Segera saja kami masuk dan menaiki tangga. Lebar tangga tak lebih dari dua meter.
Dinaungi deretan kayu Sengon yang lumayan besar. Tangga dibuat agak memutar agar pengunjung tidak merasa penat. Akhirnya, sampai juga di pelataran di pinggang bukit di ujung tangga paling atas. Kicau burung dan udara pegunungan yang sejuk segar menyambut kedatangan kami.
Di situs ini masih berdiri tegak sebuah arca setinggi 5,7 meter. Arca ini adalah arca pengambaran Dyani Buddha Aksobya yang duduk dalam sikap bhummisparsamudra. Penguasa mata arah angin sebelah TImur.
Masyarakat menyebutnya Reco Lanang, lantaran arca ini menggambarkan seorang laki-laki. Arca Budha ini terlindung dari terik dan hujan, karena ada cungkup yang menaunginya.