Lihat ke Halaman Asli

Teguh Hariawan

TERVERIFIKASI

Traveller, Blusuker, Content Writer

Menelusuri Sejarah Keraton Solo dengan Sejuta Koleksi Indahnya (1)

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

136773923683475923

[caption id="attachment_252193" align="aligncenter" width="500" caption="Kereta Kyai garuda Kencana (dok pribadi)"][/caption]

Tiba di Alun-alun Utara Keraton Solo hari sudah siang. Terik mentari menyengat. Pilih tempat parkir teduh di bawah rindang pohon beringin.  Beringin di Alun-alun ini dikenal sebagai Beringin Sengkeran (beringin yang dikurung dengan pagar). Masing-masing diberi nama: Dewadaru dan Joyodaru. Panas yang menyergap, begitu menggugah untuk mencari pelepas  dahaga. Kami berenam  (Edy, Pepen, Toriza, Totok, Sentot) menjadikan Es Degan sebagai pilihan utama. Sejenak menghilangkan kepenatan dengan memandang setiap sudut.  Ada Masjid Ageng Surakarta di sebelah Barat. Ini merupakan masjid resmi keraton yang didirikan Susuhunan Pakubuwono IIItahun 1750. Di timur, hiruk pikuk lalu lintas yang melintas di sekitar keraton. Di selatan, nampak ada hajatan di kompleks Sasana Sumewa. [caption id="attachment_252194" align="aligncenter" width="500" caption="Beringin Kurung di Alun-alun Utara Keraton Surakarta (dok pribadi)"]

13677392621703901273

[/caption]

Tak lama istirahat, kaki pun mengajak beranjak dan melangkah menuju kompleks Keraton Surakarta. Kompleks keraton ini demikian luas. Secara umum terdiri dari: Alun-alun Lor/Utara,  Sasana Sumewa, Sitihinggil Lor/Utara, Kamandungan Lor/Utara, KompleksSri Manganti, Kedhaton, KompleksKamagangan, Srimanganti Kidul/Selatan  danKemandungan Kidul/Selatan, serta Sitihinggil KiduldanAlun-alun Kidul. Akhirnya tiba pertama, di depan Sasana Sumewa yaitu bangunan utama paling depan  Keraton Surakarta. Ada mushola kecil untuk menunaikan sholat Dhuhur. .

Di Sasana Sumewa ini dulu para punggawa kerajaan  (pejabat menengah ke atas) menghadap raja dalam upacara resmi kerajaan. Bangunan kuno berwarna putih dan berpagar besi ini walaupun usianya renta, namun masih nampak kokoh. Kesan kokoh dan gagah makin nampak dengan adanya  sejumlah meriam yang dipasang di luar bangunan dan di pagar-pagar. Meriam itu ada yang bernama Kyai PancawuraatauKyai Sapu Jagad. Konon meriam-meriam itu dibuat saat Sultan Agung berkuasa.

[caption id="attachment_252203" align="aligncenter" width="300" caption="LambanG Keraton Surakarta (dok pribadi)"]

13677394691526166232

[/caption] [caption id="attachment_252195" align="aligncenter" width="500" caption="Meriam di kompleks Sasana Sumewa (dok pribadi)"]

13677392971453143747

[/caption] Setelah melewati deretan meriam kuno, dan menyerahkan tiket masuk kepada Abdi Dalem penjaga pintu, kami dipersilahkan untuk memasuki kompleks Sitihinggil. Siti artinya tanah. Hinggil/ Inggil artinya tinggi. Maksudnya kompleks ini dibangun di atas tanah yang lebih tinggi dari sekitarnya. Siti Hinggil memiliki dua gerbang. Di utara, di mana kami masuk,  disebut Kori Wijildan di selatan  disebut Kori Renteng.

Bangunan utama di  Sitihinggil adalahSasana Sewayanayang digunakan para pembesar saat menghadiri upacara kerajaan. Bangunan lainnya  adalah Bangsal Manguntur Tangkil, tempat tahta Susuhunan. Ada pula Bangsal Witono, tempat persemayaman Pusaka Kebesaran Kerajaan selama berlangsungnya upacara. Di Bangsal Witono ini terdapat  bangunan kecil di tengah-tengahnya yang disebut Krobongan Bale Manguneng. Disinilah pusaka keratonKangjeng Nyai Setomi bersemayam. Pusaka ini berupa sebuah meriam yang dirampas oleh prajurit Mataram dari VOC saat menyerbu Batavia atas perintah Sultan Agung.

[caption id="attachment_252196" align="aligncenter" width="500" caption="Kompleks Sitihinggil (dok pribadi)"]

13677393261261506601

[/caption]

[caption id="attachment_252198" align="aligncenter" width="500" caption="Bangsal Manguntur Tangkil, tempat tahta raja (dok pribadi)"]

13677393441511991886

[/caption]

Kereta Kencana

Keluar dari kawasan Sitihinggil, kaki melangkah menuju selatan. Menyeberang jalan yang sibuk. Masuk bangunan gerbang berpintu besi. Inilah yang disebut Kori Brajanala atau Kori Gapit, yakni pintu gerbang masuk utama istana dari arah Utara. Selepas Kori Gapit, tiba di Bale Roto (pelataran luas) dan mendekat ke Kori Kamendungan Lor yang merupakan pintu masuk istana sebelah utara. Nah, dibelakang Kori kamendungan inilah istana raja berada. Nampak dari luar, bangunan menjulang yang disebut Sangga Buana berdiri gagah sebagai latar belakang Kori Kamendungan.

[caption id="attachment_252199" align="aligncenter" width="500" caption="Kori Brajanala atau Kori Gopit, Gerbang Masuk Kompleks Istana (dok pribadi)"]

13677393611404852681

[/caption] [caption id="attachment_252200" align="aligncenter" width="500" caption="Kori Kamendungan dengan Bale Roto di depan dan Sangga Buana di belakang"]

1367739380602841669

[/caption]

Maksud hati ingin segera memasuki kompleks istana. Tapi ada yang lebih menarik di sebelah Kori Kamendungan. Tampak disebuah ruangan berjejer rapi mobil-mobil kuno. Di ruang sebelahnya lagi, Kereta Kencana beroda empat nampak mewah dipandang mata.

Perhatian pertama tertuju pada mobil-mobil antik koleksi raja. Yang paling menarik perhatian adalah sebuah mobil Royal Chrysler Limousine keluaran 1941. Kondisinya lumayan bagus. Namun usianya yang tua tetap tak dapat disembunyikan. Warnanya hitam, catnya orisinil lagi. Belum overspet. Mobil ini berbahan bakar bensin dengan volume silinder 3.500 cc. Konon, mobil klasik dengan plat nomor AD 20 ini adalah made in Amerika, merupakan milik PB XI dan satu-satunya di Indonesia. Special Edition (pesanan khusus), begitu yang tertulis di lembaran informasi.

[caption id="attachment_252201" align="aligncenter" width="500" caption="Special One buatan Amerika, milik PB XI (dok pribadi)"]

13677393981521430406

[/caption]

[caption id="attachment_252202" align="aligncenter" width="500" caption="Kereta Kencana Keraton Surakarta (dok pribadi)"]

1367739427530150399

[/caption] Puas menelisik kekunoan mobil antik, kami bergeser mendekat ke kereta-kereta Kerajaan di ruang sebelah. Semerbak bau dupa dan kemenyan menyambut kami. Hmmm.. agak mistis. Untung siang hari. Ada sekitar 4 kereta terpajang di sana. Kondisinya lumayan bagus. Roda-rodanya masih layak ditarik kuda, Tak nampak lubang keropos di rangka kereta. Hanya debu-debu yang agak menebal, menutupi sela-sela kereta. Menurut Abdi Dalem yang bertugas, kereta-kereta ini adalah buatan Negeri Belanda. Dipakai oleh raja untuk keperluan-keperluan tertentu. Sampai sekarangpun masih digunakan, terutama saat acara-acara kebesaran atau jumenengan ratu (penobatan raja). Beberapa kereta yang sudah sangat tua dan lapuk, sekarang tidak difungsikan dan disimpan di  museum keraton. Uniknya, setiap kekunoan yang ada di lokasi keraton ini selalu tak lepas dari kemenyan atau dupa. Termasuk juga untaian bunga-bunga. Konon, itu semua untuk memberi ”makan” pada penunggu barang-barang antik tersebut agar kerasan. Tak heran, kereta-kereta itupun diberi nama seperti manusia. Ada Kyai Retna Pambagya, Kyai Garodopotro (Garudaputra?), Kyai Garuda Kencana, Kyai Retno Sewoko, Kyai Manik Koemolo. Sedangkan Kyai Grudo ada di dalam museum. Artikel Selanjutnya : Eksotisnya Arsitektur Jawa Eropa Keraton Surakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline