[caption id="attachment_335911" align="aligncenter" width="640" caption="View sore hari di B29"][/caption]
Keindahan Bromo ternyata bukan hanya “milik” Probolinggo, Pasuruan dan Malang. Itu adalah mainstream. Lumajang punya destinasi baru: B29. Dari puncakB29 di lereng Semeru ini, panorama Bromo terlihat sangat eksotis. Bahkan, untuk mencapai B29 perlu “keberanian”. Cocok untuk penyuka medan ekstrim yang menantang adrenalin.
Siang itu, selepas workshop di Batu, saya menuju Malang – Dampit. Istirahat di jembatan Gladak Perak (Piket Nol) yang legendaris. Jalurnya berkelak-kelok khas pegunungan. Di beberapa pertigaan, bertanya arah ke Senduro. Akhirnya ketemu jalan mulus nan lebar menuju Senduro. Tujuannya, Desa Argosari. Desa terakhir sebelum puncak B29.
Ojek
Hujan rintik-rintik saat sampai Desa Argosari, desa yang dihuni masyarakat Hindu Tengger. Jaraknya kira-kira 40Km dari kota Lumajang. Kabut yang menyertai sepanjang jalan belum pergi. Hawa dingin pun menyergap. Beberapa lelaki bermotor mendekati kami. Mereka tahu kalau kami akan ke B29. “Kendaraan tidak bisa ke sana mas. Harus naik ojek!” kata mereka. “Ongkos ojek-nya 50 ribu,” kata seorang lelaki. Sempat menawar, tapi dengan ramah ditolak mentah-mentah. Karena tidak tahu medan kami pun menurut.
[caption id="attachment_335913" align="aligncenter" width="640" caption="Licin bro....."]
[/caption]
[caption id="attachment_335914" align="aligncenter" width="640" caption="Motor, Tukang Ojek dan boncenger pun harus jalan sendiri-sendiri"]
[/caption]
[caption id="attachment_335915" align="aligncenter" width="640" caption="Ekstrim... cocok untuk trail"]
[/caption]
Begitu motor meraung, kamipun berangkat. Mula-mula lewat tengah kampung yang sempit. Melewati sekumpulan gadis-gadis Tengger yang suka tersenyum. Mereka semua bersarung untuk melawan dingin. Motor Mas Tris, begitu nama pengojek saya, enjoy saja saat merayap naik di jalanan yang sudah dicor semen. Tak lama akhirnya tiba di sebuah tanjakan tinggi. Jalannya dari tanah liat. Coklat, basah dan sepertinya ….licin. Petualangan pun dimulai!
Mula-mula motor masih bisa merayap. Akhirnya roda pun slip!. Meraung-raung saja tanpa mau bergerak. Bahkan mesin mati. Penumpang pun harus rela turun dan jalan kaki. Begitu selanjutnya saat jalan datar, naik motor. Tiba di tanjakan, turun lagi, jalan kaki, sampai si Tukang Ojek memanggil untuk naik di boncengan lagi. Jalanan berkelak kelok, mendaki dan selalu menantang. Untung hujan mulai berhenti. Kalau masih gerimis apalagi hujan lebat, niscaya perjalanan pun terhenti. Motor nggak akan sanggup naik lagi.
Naik turun motor dan jalan kaki, lumayan untuk olahraga. Lumayan berkeringat juga. Makin ke puncak sebenarnya panorama makin indah. Tapi ada yang bikin ngeri. Jalan makin sempit. Kanan kiri jurang menganga! Jurang tempat petani bertanam sayur. Motor slip dan terpeleset sedikit, pasti sakit! Saya sudah membayangkan saat turun nanti akan jalan kaki saja. Apalagi saat melihat beberapa anak muda yang baru turun dari puncak terseret-seret motor. Ngeri .. hi hi hi.
[caption id="attachment_335916" align="aligncenter" width="640" caption="Negeri di Atas Awan"]
[/caption]
Tak terasa, lebih dari30 menit kami berjibaku di jalan yang licin penuh kubangan. Akhirnya tiba juga di sebuah bukit kecil. Inilah puncak B29. Sayangnya mentari sudah mulai turun. Kabut punmasih setia menemani. Ada sederet kedai di atas bukit. Tersedia minuman hangat dan mie instant. Setelah pesan teh panas, saya dan Darmaji segera menuju ke pendiangan. Bara apinya lumayan untuk menghangatkan badan. Sambil berdiang, saya lempar pendagan ke segala arah. Nampak awan berarak dilembahsangat eksotik. Di sudut-sudut ada bukit-bukit yang hijau kebiruan. Inilah Negeri Di Atas Awan Argosari.
[caption id="attachment_335920" align="aligncenter" width="640" caption="Pengusir dingin"]
[/caption]
2639 meter
B29 adalah sebutan untuk sebuah puncak bukit di Desa Argosari, Senduro, Lumajang. Menurut Mas Tris, bukit itu oleh masyarakat Tengger Argosari diberi nama “Pucuk Songolikur”. Jadi B adalah “bukit” dan 29 adalah Songolikur.Masih kata mas Tris, tingginya bukan 2900 meter, tetapi 2639 meter. Dari bukit inilah eksotisme Bromo dapat dinikmati. Sore itu, lamat-lamat saya masih bisa melihat kaldera Bromo yang luas dengan puncak-puncak G. Bromo, G Batok dan puncak-puncak kecil lainnya. Sayangnya mentari makin redup dan kabut tak beranjak pergi.
Saat saya tunjukkan jalan setapak menuju sisi bukit, mas Tris mengatakan itu akses menuju pertigaan Jemplang. Dari pertigaan itu bisa menuju ke Ranupane atau lautan pasir Bromo. Tentu saja hanya bisa diakses dengan naik motor atau mountain bike. Sering, di kawasan ini dikunjungi para biker yang uji nyali. Menapak jalan yang lebarnya hanya 50cm.
[caption id="attachment_335921" align="aligncenter" width="640" caption="Puncak Bukit 29...Puncak Songolikur"]
[/caption]
Ketika mentari makin tenggelam, saya pun buru-buru mengajak turun. Membayangkan lewat jalan licin, di medan yang ekstrim saat hari gelap membuat nyali sedikit ciut. Dengan hati-hati motor pun mulai meluncur turun. Kali ini, lebih banyak jalan kaki daripada naik motornya. Banyak jalan yang tidak bersahabat. Motor sering terpeleset. Jangankan motor, Darmaji yang jalan kaki saja sering jatuh terduduk. Saya agak tertolong karena memakai sandal Eiger. Akhirnya, setelah 3 Km turun dari B29, gelap pun datang. Untung mas Tris sangat bijak. Diajaknya saya lewat jalan alternatif. Setelah tikungan belok kiri tiba di jalan aspal yang rusak parah. Tapi lumayan, masih bersahabat buat boncengan. Akhirnya tiba juga di tempat parkir semula. Alhamdulillah. Saran saya, datanglah ke B29 saat pagi hari. Seru!
[caption id="attachment_335926" align="aligncenter" width="640" caption="Mas Tris cs...asli Argosari"]
[/caption]
[caption id="attachment_335924" align="aligncenter" width="290" caption="Panorama B29 (twicsy.com)"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H