Lihat ke Halaman Asli

Abdul Adzim Irsad

Mengajar di Universitas Negeri Malang

Jumatan di Masa Corona, antara Ijtihad dan Politik

Diperbarui: 3 April 2020   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa minggu ini sebagian masjid tidak mengadakan sholat jumat karena tekanan Corona. Bukan hanya di Indonesia, namun juga mendunia termasuk Masjidilharam dan Nabawi juga buka tutup. Mula-mula ada yang menggunakan statemen meramaikan masjid ditengah merebak nya virus Corona. Tokoh yang membuat statemen demikian adalah "Gatot Nurmantio". Akhinya, puluhan jamaah Tabliq di kebun Jeruk banyak yang ter papar.

Sebagai muslim penganut Ahlusunah Waljamaah, antara Ihtiar dan Tawakal itu seimbang. Jangan sampai karena alasan tidak suka China, kemudian menjadikan dalil bahwa Corona itu merupakan tentara Allah untuk melawan orang Kafir. Jangan, sekali lagi jangan. Atau mengatakan "ini sudah mendekati hari kiamat".

Virus Pandemi Corona, bisa menimpa siapa saja, tidak perduli agama dan keyakinan, juga tidak perduli bahasanya apa. Pokoknya, semua memiliki potensi terkena. Hanya saja, orang islam berkeyakinan bahwsanya  wafat karena pandemi Corona dijamin masuk surga. Jika berkeyakinan bahwa Corona itu adalah "Thaun".

Dampak Corona di Indonesia tidak sedahsyat Italia, Spanyol, Amerka, Iran dan China. Indonesia memang terkena dampak Corona, tetapi sebagian masyarakat yang bermukim di daerah yang tidak parah, mereka masih asyik belanja dipasar tradisional, juga menunaikan sholat jumat. Walapun ada anjuran dari pemerintah "meniadakan sholat jumat selama 14 hari".

Praktek sholat jumah tetap dilaksanakan, namun sangat sederhana. Setiap jamaah dipastikan sehat secara fisik, juga mencuci tangan dengan bersih memakai (sabun dan Hand Sanitizer). Jarak antara jamaah berjauhan (satu meter), dalam bahasa populernya "social distancing", untuk meminimalisir penularan Corona. Khutbah tidak lebih dari 7 menit. Usai sholat jumat langsung doa dan bubar.

Sebagian lagi tidak mengadakan sholat jumat dengan alasan taat terhadap pemangku wilayah dengan alsan " taat terhadap ulil amri (pemangku wilayah), apalagi sudah ada fatwa "Majelis Ulama Indonesi". Kerumunan di masjid berpontensi penularan, karena proses khutbah jumah cukup lama, sehingga potensi penularanya juga sangat mungkin terjadi.

Baik yang melaksanakan jumatan dengan sarat yang sangat ketat, maupun yang tidak menunaikan jumatan, kedaunya mendapat pahala. Mereka termasuk pengikut "Ahlussunah Waljamaah" yang dijamin benar akidahnya. Salah satu ciri khasa Ahlussunah Waljamaah adalah setia Rasulullah dan Sahabatnya. Juga, menjadikan pemerintah sebagai mitra di dalam merumuskan masalah-masalah keagmaan. Sangat tepat jika, MUI, Muhammadiyah dan NU sepakat meniadakan Jumatan pada zona merah corona.

Isi Khutbah Jumat 

Mbah Muhammad Hasyim Asaary dalam kitab "Al-Nuru Al-Mubin fi Mahabbatil Sayyidil Mursalin" menceritakan bahwasanya suatu saat kota Madinah dilanda kekeringan yang begitu hebat. Kemudian para sahabat mengeluhkan kondisi tersebut kepada Sayyidah Aisyah ra.

Kemudian Sayyidah Aisyah berkata kepada sahabat "lihatlah makam Rasulullah, bukalah tutupnya, sampai tidak ada penghalang antara makam dan langit" Setelah atapnya dibuka, maka turunlah hujan lebat membasahi kota Madinah. Ternak bisa makan dan minum, tumbuhan juga menjadi subur.

KH Muhammad Tholhah Hasan berkisahah sosok wanita yang bernama "Saudah Maemunah sang Pemaaf". Saudah Maemunah sering menjadi bahan olok-olokan (bulying) masyarakat, namun, tidak pernah marah, justru orang yang membuly dan mencemooh, semua dimaafkan, tanpa merasa sakit hati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline