Lihat ke Halaman Asli

Abdul Adzim Irsad

Mengajar di Universitas Negeri Malang

Masjid Biru, Peninggalan Desain Nasrani Masa Dulu

Diperbarui: 26 Februari 2019   13:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Wisata Turki bersama  Kepala Sekolah Smekdor's Surabaya Anton Juliantono Hadi benar-benar menyergarkan fikiran dan spiritualitas. Pertama kali masuk Turki, yang saya perhatikan dengan seksama adalah bentuk bagunan masjid. Sepanjang perjalanan menuju Istanbul, saya melihat bentuk bangunan masjid yang sama. Yang membedakan adalah besarnya.

Masjid besar di sebut dengan "ulu camik". Ulu berarti "tinggi/besar" jamik "tempat berkumpulnya jamaah". Kalau di Indonesia, masjid tingkat provinsi disebut dengan "masjid Akbar", tingkat kabupaten "Masjid Agung" sementara tingkat Kecamatan di sebut dengan "Masjid Jamik".

Kalau di Turki, semua masjid desainya bisa dikatakan sama, sementara di Indonesia desainya beragam, di sesuaikan dengan kearifan lokal. Semisal Masjid Cheng Hoo, nuansanya seperti Klenteng (tempat Ibadah kaum China). Kemudian Masjid Menara Kudus, mirip dengan Pura. Namun jangan, fungsinya tetap digunakan untuk menunaikan sholat berjamaah.  Dengan kata lain, desain masjid tidak harus seperti desain Middle East (Timur Tengah).

Sholat Jumat Masjid Biru hingga bibir Membiru


Pergi ke Turki, sudah pasti mengunjungi Masjid Biru (Blue Mosqoe). Rasanya kurang sempurna sebuah traveling ke Istanbul, namun tidak sholat di Masjid Biru. Begitu juga, tidak sempurna wisata seseorang jika belum berfotoria di Masjid Biru dan masjid Agia Sofia. Keduanya merupakan masjid termengah yang menyimpan kisah sejarah seputar berdirinya kota Istanbul.

Siapa-pun orangnya, ketika memasuki kawasan Masjid Biru dan Agia Shopia pertama kali, pasti akan bertanya-tanya mana Masjid Biru, mana masjid Agia Shopia. Termasuk saya. Karena memang desain kedua masjid sama, hanya ukurannya serta latar belakang sejarah berdirinya yang berbeda. Saya menyangka, Masjid Biru adalah Agia Shopia, ternyata sangkaan saya salah.

Saat di perjalanan dari Bolu menuju Istanbul, saya berbisik kepada Ibu Dariyah selaku Guide Tour "kalau bisa, kita sholat jumat di Masjid Biru". Ibu Dariyah selaku Guide Tour menjawab "jangan, soalnya khotbahnya sangat lama. Bisa dua jam lebih. Jangan sampai terlambat di Top Kapi (tempat sejarah menyimpan peninggalan para Utusan Allah dan sahabat Rasulullah SAW".

Rupanya takdir berkata lain. Sesampai di Istanbul, waktunya masih panjang. Segeralah menuju Masjid Biru. Suhu udara minus 4 derajat. Sangat dingin sekali bagi orang Indonesia. Sampai-sampai aku-pun mengatakan kepada rombongan "aku ngak sholat jumat, maunya sholat hormat waktu tanpa wudhu, karena suhunya sangat dingin, khawatir menggigil".

Dalam kondisi kedinginan, tiba-tiba teringat salah satu percakapan Rasulullah SAW dengan sahabatnya "Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu amal yang dapat menghapus kesalahan (dosa) dan meninggikan derajat?" Para sahabat menjawab,"Ya, wahai Rasulullah." Rasulullah bersabda,"(Yaitu) menyempurnakan wudhu dalam kondisi sulit, banyaknya langkah menuju masjid, menunggu shalat setelah mendirikan shalat. Itulah kebaikan (yang banyak)." (HR. Muslim). Akhirnya, saya-pun nekad bersuci, walaupun harus menggigil.

Selesai wudhu, segera memakai sarung tangan dan kaos kaki. Kemudina menuju masjid. Sesampai di dalam masjid. Saya melihat seorang Syekh sedang berjubah ceramah. Dalam benakku, saya bhatin (berbicara dalam hati) "lho, ini khutbahnya kok berada ditengah-tengah jamaah". Hampir satu jam khutbah lamanya, sang Khotib memberikan tausiah di atas mimbar sambil duduk. Ternyata, itu bukan khutbah jumat, melainkan ceramah biasa yang dilakukan sebelum sholat jumat di mulai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline