Politik itu penting, karena bertujuan untuk mengelola negara, baik yang duduk legislatif maupun eksekutif. Di sinilah, setiap politisi harus ngerti rambo-rambo politik. Politisi harus berjiwa besar dan bersabar. Sebab, ketika masuk politik, hanya dua pilihan.
Menang atau kalah di dalam legislatif atau eksekutif. Yang menang harus merangkul, dan yang kalah harus menerima. Inilah pertandingan politik. Namun, jika sudah mabuk, maka melakukan apa saja demi mencapai tujuannya. Saya teringat salah satu hadis Rasulullah SAW yang artinya "tiap-tiap yang memabukkan adalah haram". Politik itu bisa haram, jika tidak membuat seseorang menjadi mabuk. Kondisi mabuk, membuat orang lupa jati dirinya. Lupa gurunya, sehingga apa-pun dilakukan demi mencapai tujuannya.
Bagi setiap muslim Nusantara ngerti politik itu harus, agar tidak menjadi budak politik, apalagi sampai menjadi karyawan politik Capres atau partai politik tertentu. Saat ini sudah banyak orang yang mabuk politik sehingga lupa kawan. Ada yang berkata "saya ngak suka Jokowi, karena di dukung PDI".
Semua tahu, siapa Prabowo, semua tahu, siapa itu Hasyim adik Prabowo. Semua tahu keluarga Prabowo. Semua tahun siapa Jokowi, semua tahu siapa itu ibu dan bapak Jokowi. Semua tahu siapa itu Ahmad Dhani, tokoh yang akan mendukung LGBT. Begitulah video yang viral. Kemana-mana bersama Prabowo. Semua mencari jejak digitalnya.
Padahal Jokowi itu dulu di dukung oleh PKS, salah satu partai paling islami, ketika mencalonkan wali menjadi kota solo. Jokowi juga pernah menjadi Gubernur Jakarta, ketika di dukung Gerindra. Gerindra pernah mesra dengan PDI. Politik itu sifatnya kepentingan sesaat.
Ada sebuah kejadian mengelikkan di lapangan. Bisa dikatakan "dampak mabuk politik". Cukup banyak persahabatan di Masjid, sampai-sampai para pendukung atau simpatisan Jokowi, yang tidak sejalan harus di remove dalam grup whatshap. Itu biasa terjadi. Mungkin sebaliknya. Yang lebih ngilani lagi, sudah tidak mau lagi disapa, bahkan sholat berjamaah saja tidak mau. Ini sangat mengelikkan. Itulah yang pernah saya saksikan di sebuah masjid.
Kalau urusan dalil, jangan ditanya. Kitabnya saja sa abrek. Bajunya juga berjubah. Tetapi, kadang yang keluar dari lisannya itu kata-kata yang kasar dan kotor. Ketika mendengarkan kata-katanya, risih sekali. Kayak orang ngak mengenal agama, walaupun kadang seorang agamawan. Ketika melihat rekannya yang beda pilihan Pilpres, lalu berkata "liberal, tidak islami". Mengelikkan.
Wong tokoh se hebat Tuan Guru Bajang seorong ualam teladan yang hafal Alquran, dikatain "Bajingan". Jadi jika kalian tidak hafal Alquran, jangan main-main, mendukung Jokowi. Yusuf Mansur saja yang memiliki ratusan pesantren Darul Quran di Nusantara, bahkan di Jepang, karena dekat dengan KH Ma'ruf Amin, lalu di kata-katain "Yusuf Mansur seorang yang mudabdab (tidak berpendirian), bahkan di kelompok-kan cebong-cebong". KH Ma'ruf Amin dikatakan orang yang sudah bau tanah.
Jadi, jika ada yang mendukung atau dekat dengan Jokowi, hati-hatilah, cibiran dan cacian ada di depan kalian. Semua itu dilakukan karena dekat dan mendukung Jokowi. Sementara orang yang menghina Jokowi, sebagian besar adalah mendukung Prabowo yang di anggab sebagai pejuang islam. Lucu, dan mengelikkan banget. Itulah namanya "mabuk politik".
Meneladani Rasulullah SAW
Agar tidak mabok politik, maka jadilah orang yang ditengah-tengah, namun masih saja ada yang berkata "kalau berjuang itu ngak boleh ditengah-tengah". Ada satu kalimat menarik yang disamapaikan KH Ihya Ulumuddin seputar dukungan terhadap salah satu capres "saya akan istiharah sebelum coblosan besok". Ini sangat santun. Tidak menyakiti salah satu pendukung. Membela salah satu Capres dengan membabi buta, sama dengan menyakiti pendukung Capres lain. Sedangkan Indonesia itu negara kesatuan yang harus dijaga bersama-sama. Damai dan tentram tujuan bersama. Siapa-pun yang menang, berarti Indonesia tetap terjaga.