Lihat ke Halaman Asli

Abdul Adzim Irsad

Mengajar di Universitas Negeri Malang

Antara Penceramah dan Penebar Fitnah

Diperbarui: 1 Juni 2018   10:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber: islami.co)

Bulan cuci Ramadhan bulan sangat mulia di antara bulan-bulan yang ada.  Pada sepuluh terahir bulan Ramadhan ada sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dimana semua amal ibadah yang dilakukan, nilainya lebih baik dari seribu bulan. Itulah Lailatul Qodar.

Wajar jika setiap mukmin berlomba-lomba menyempurnakan puasa disiang hari, tarawih dimalam hari, berbagi makanan, tadarusan (membaca Al-Quran), dengan harapan mendapat ampunan Allah SWT dan berkah bulan suci Ramadhan.

Lihat saja masjid-masjid diseluruh pelosok Nusantara, setiap malam selalu ada "Khutbah tarawih", dan usai sholat subuh "kuliah subuh". Tidak cukup, setiap menjelang berbuka puasa ada ceramah-ceramah singkat. Tujuan utamanya agar mendapatkan berkah Ramadhan sebanyak-banyaknya. 

Namun, kadang kenapa ceramah-cermah itu kurang membekas sedikit-pun. Tidak sedikit, kadang ceramah itu menjadi ajang ujaran kebencian terhadap kelompok tertentu. Jika ini terjadi, itu bukan ceramah tetapi "penebar fitnah".

Tidak dipungkiri jika yang disampaikan dalam ceramah agama itu bersumber dari kitab suci Al-Quran dan hadis Rosulullah SAW, pasti akan memberikan manfaat yang besar kepada para mustamin (pendengar). Apalagi, ketika menyampaikan ceramah itu dengan hati yang besih, fikiran yang bening, sudah pasti akan masuk di hati para pendengar.

Puasa dan qiyam yang ajek (istimokah) jika dilaksanakan atas dasar iman dan semata-mata karena Allah SWT, akan menjadi pelebur dosa-dosa masa lalu. Bahkan, Rosulullah SAW juga mengabarkan "Shalat lima waktu, Jumat ke Jumat dan Ramadhan ke Ramadhan menghapuskan dosa-dosa di antara masa-masa itu selama dosa-dosa besar dijauhi". (HR. Muslim). Dalam hadis lain, Rosulullah SAW berkata "rugi sekali orang mendapatkan bulan suci Ramadhan, namun tidak mendapat ampunan Allah SWT".

Puasa, tarawih, sedekah dan tadarus Al-Quran itu merupakan salah satu bentuk proses seorang mukmin menuju derajat tertinggi yaitu taqwa. Pada bulan Ramadhan ini, Allah-pun membelenggu para setan dan iblis yang biasa mengoda dan mengajak manusia berbuat keji, mungkar, serta menebar fitnah dan hoax kepada sesama.

Namun, ternyata manusia kadang berbuat diluar batas, dimana pada bulan suci Ramadhan, bertebaran kuliah subuh, kuliah tarawih, yang isinya hasutan, ujaran kebencian, bahkan tidak sedikit pembunuhan karakter seseorang. Bukan ampunan yang diperoleh, tetapi kadang justru permusuhan dan dosa yang berlipat ganda.

Itulah orang yang sangat rugi.  Biasanya, setan selalu menjadi yang tertuduh "ini perbuatan setan". Padahal, setan sudah dibelenggu, tetapi nafsu manusia tidak dibelenggu, sehingga berbuat semaunya, lupa dengan perintah dan larangan-Nya.

Nah, nafsu itu menurut Al-Quran senantiasa mengajak berbuat buruk. Jadi, keburukan-keburukan yang dilakukan seseorang pada bulan Ramadhan, bukan ajakan dan hasuatan setan, melainkan nafsu itu sendiri yang tidak bisa dijinakkan. Dengan kata lain, puasanya yang dilakukan hanya mendapatkan lapar dan dahaga.

Kultum (ceramah subuh, dzuhur, tarawih), di masjid-masjid, musolla, institusi, seperti; rumah sakit, bank, kampus, restorant, PLN, Telkom, sejak awal Ramadhan bertujuan untuk untuk mengingatkan masyarakat dan penceramah itu sendiri mendalami dan mengamalkan kandungan ayat-ayat suci Al-Quran dan sunnah Rosulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari, bukan malah menghasut, menebar fitnah dan hoax, ujaran kebencian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline