Lihat ke Halaman Asli

Jangan Terhasut oleh Gerakan Anti-Vaksin

Diperbarui: 1 Agustus 2018   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Dok. Pribadi)

Rubella adalah nama campak menular yang ditandai dengan ruam merah berbentuk bintik-bintik pada kulit dan suhu tubuh sangat tinggi yang disebabkan oleh virus.

Penyakit ini dapat menyebar melalui kontak langsung dengan air liur atau lendir dari orang yang terinfeksi, atau melalui pernafasan yang dihasilkan dari batuk atau bersin.

Beredar berbagai berita tentang efek dari penggunaan vaksin rubella. Dalam pemberitaan tersebut dituliskan, efeknya menyebabkan kelumpuhan, disabilitas bahkan sampai kepada kematian.

Tak pelak isu itu mempengaruhi pandangan teman di media sosial. Terutama ibu-ibu yang lagi hamil, pun yang telah mempunyai anak merasa waswas karena pro kontra tentang vaksinasi rubella di Indonesia.

Bahkan dari kalangan artis top dunia melakukan gerakan anti-vaksin, hal ini dipicu setelah anaknya mengalami autisme setelah anaknya di vaksinasi.

Tetapi ternyata ada intrik dibalik kejadian itu. Disinyalir karena faktor ketidakpercayaan sekelompok (gerakan anti-vaksin) kepada pemerintahnya untuk meraup untung yang besar dibidang farmasi disamping isu yang dikaitkan dengan agama akibat kandungan yang tidak halal.

Padahal menurut Larson dari London School of Hygiene and Tropical Medicine, bahwa vaksin adalah salah satu penemuan kesehatan terbaik sepanjang sejarah yang telah menyelamatkan jutaan nyawa.

Gerakan anti-vaksin pertama dibentuk pada 1866 yang bertajuk anti-compulsory vaccination league, sebuah gerakan menolak vaksin cacar.

Namun tercatat sepanjang abad ke-20, cacar telah membunuh sekitar 300 sampai 500 juta orang. Organisasi kesehatan dunia (WHO) bahkan baru menyatakan cacar sebagai penyakit yang telah berhasil dituntaskan oleh imunisasi sejak tahun 1980 pada kampanye imunisasi global oleh WHO.

Selain itu, sejak tahun 1988, kasus polio telah menurun lebih dari 99 persen di seluruh dunia, dan hanya Afganistan, Nigeria dan Pakistan yang terus berjuang melawan penyakit menular yang dapat menyebabkan atrofi dan kelainan otot tersebut.

Sedangkan dampak yang nyata akibat virus rubella ini tergolong fatal bagi ibu-ibu hamil, yaitu berpotensi tinggi untuk menyebabkan kematian bayi dalam kandungan sebelum usia kehamilan lima bulan.

Masihkah kita menjadi korban pembodohan oleh yang menamakan dirinya anti-vaksin?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline