Lihat ke Halaman Asli

Syarifah Lestari

TERVERIFIKASI

www.iluvtari.com

Yang Membuatku Pensiun Jadi Comblang

Diperbarui: 22 Mei 2021   17:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by

Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui. (QS An-Nur 32).

Berangkat dari perintah itu, aku pun berinisiatif menjodohkan beberapa kenalan. Kebanyakan tanpa lebih dulu memberitahu mereka, khawatir berharap. Jika sudah ada yang serius, baru kutanyakan kesediaannya.

Ternyata jadi comblang itu sulit. Beberapa teman banyak yang mundur. Salah satu teman malah mengaku kapok menjadi comblang, sebab pasangan yang ia jodohkan ternyata rumah tangganya berantakan. 

Ia kemudian jadi kambing hitam yang tak hanya disalahkan oleh kedua pasangan, tapi juga keluarga mereka. Keuntungan materi tidak ada, malah ketiban pulung.

Setelah mencoba-coba dan kebanyakan gagal, ditambah curhat temanku itu, akhirnya aku mulai mengendurkan langkah menjadi comblang. Agak cemas juga jika nasib yang sama terjadi. Ini salah satu pengalaman yang membuatku menyusul teman-teman, pensiun dari dunia comblang menyomblang. Kalau kamu sedang berikhtiar mendapatkan jodoh lewat jasa cuma-cuma dari teman, ambil pelajaran, ya!

Baca juga: Ikhtiarku Menjemput Jodoh

R meminta izin untuk memberi nomor WA-ku ke temannya, D (inisial karangan. Aku lupa sih namanya). D berusia 4 tahun lebih muda dariku, butuh istri dalam waktu dekat. Ia sudah paham, bahwa aku tidak akan menjodohkan pasangan lewat jalur pacaran.

Aku punya banyak kenalan jomlo, yang sebagian besar juga merupakan kenalan R, sebab aku dan R terbilang akrab. Jadi kupesan pada D agar tidak mengabarkan atau bertanya pada R tentang orang-orang yang nanti datanya akan kuberi pada D.

D setuju dengan syaratku, selain syarat lain bahwa ia shalat lengkap lima waktu, tidak merokok, dan tidak mengajak calonnya pacaran sebelum mereka resmi menikah. Untuk hal yang demikian, rasanya D sudah sangat paham. Jadi hari itu juga kuberi ia gambaran calon pertama.

Seorang gadis yang usianya 2 tahun lebih tua dari D. Tapi jika mereka berdiri bersama, aku yakin orang akan mengira D jauh lebih tua dari calonnya ini. Selain wajah dan tubuhnya terawat, si calon juga terbilang mapan. Punya kendaraan roda empat, pendidikan S2, setara dengan D.

Yang aku dkk sesama comblang pahami, kami harus mencarikan pasangan yang levelnya tak terlalu jauh jika tak bisa yang benar-benar sejajar. Kadang ada pula yang orangtuanya ingin menantu dari suku tertentu. Asal siap dengan konsekuensinya, tak apa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline