Syarat cerita anak disebut menarik, adalah bisa dinikmati orang dewasa.
Barangkali itu pun berlaku untuk cerita dalam bentuk film. Sebagai orang yang jarang-jarang ke bioskop, bahkan nonton TV pun superjarang, tak heran kalau di 2017 aku telah melewatkan film anak yang bagus banget ini.
Judulnya Surau dan Silek, film anak Minang berlatar Bukittingi yang kisahnya agak mirip The Karate Kid.
Tahu dong film yang pernah dibintangi Jacky Chan dan Jaden Smith tahun 2010 silam. Film ini mengisahkan tentang seorang anak yang ingin berlatih karate. Lengkapnya bisa dicari di Google, tapi rasanya tak perlu juga. Karena film ini sudah sangat sering diputar di TV, hampir setiap momen liburan.
Katanya superjarang nonton TV? Aku tahunya, karena ending film The Karate Kid ramai penonton di Youtube. Ternyata setiap ditayangkan di TV, bagian akhir film ini tidak diputar. Jadi para penonton beralih ke Youtube.
Surau dan Silek kutonton di Iflix, saat iklannya muncul di laman Kompasiana. Awalnya tak menyangka akan mirip dengan kisah Dre Parker di The Karate Kid.
Di film dengan kearifan lokal yang kental ini, tokoh utamanya adalah tiga anak; Adil, Dayat, dan Kurip. Ketiganya merupakan siswa SD yang berlatih silat pada bujang kampung itu, yang diperankan oleh Gilang Dirga.
Adil sangat berambisi memenangkan pertandingan silat karena kekalahannya di pertandingan sebelumnya. Hardi, musuh Adil pada pertandingan sebelumnya, yang seperti film-film action umumnya, menjadi musuh pula di akhir, melakukan kecurangan.
Demikian pula di pertandingan akhir, Hardi kembali melakukan kecurangan dengan menempelkan balsam di telapak tangannya. Nah, mirip The Karate Kid kan? Tapi beda model curangnya.
Sebagaimana Adil, Kurip dan Dayat pun memiliki motivasi yang jauh melenceng dari tujuan utama silat menurut tradisi Minang. Di sinilah letak nilai moral utama yang diangkat dalam film Surau dan Silek.