Seorang teman ngomel-ngomel sembari memberi cuplikan video Instagram berisi ceramah salah seorang ustaz padaku. Dalam video itu, sang ustaz mengisahkan tentang Nabi Ibrahim as yang berkunjung ke rumah anaknya, Nabi Ismail as.
Ketika itu Nabi Ismail sedang tidak di tempat. Istrinya yang membukakan pintu untuk sang ayah, tapi sang istri tidak tahu bahwa tamu yang datang adalah mertuanya.
Nabi Ibrahim kemudian bertanya kepada menantunya, bagaimana kehidupan keluarganya. Istri Nabi Ismail kemudian mengeluhkan kehidupan keluarganya yang tidak bahagia dan penuh penderitaan.
Sebelum pamit, Nabi Ibrahim berpesan agar menantunya itu menyampaikan kepada suaminya, untuk mengganti palang pintu rumah mereka. Pesan itu disampaikan sang istri tanpa tahu makna dan bahwa yang bertamu adalah mertuanya.
Singkat cerita, Nabi Ismail kemudian menceraikan istrinya. Karena makna palang pintu yang dimaksud ayahnya adalah sang istri. Beliau juga mengenali ayahnya dari ciri-ciri yang disampaikan perempuan itu.
Di kemudian hari, Nabi Ibrahim bertandang kembali dan bertemu dengan istri kedua anaknya. Saat itu pun Nabi Ismail sedang tidak di rumah, sehingga ayahnya hanya bertemu dengan sang istri.
Pertanyaan yang sama disampaikan oleh Nabi Ibrahim kepada menantunya. Kali ini, meski juga tidak mengetahui bahwa yang bertandang adalah mertuanya, istri Nabi Ismail mengatakan bahwa keluarganya hidup dalam kebahagiaan.
Mendapat jawaban itu, sang nabi kemudian berpesan pada menantunya, untuk mengatakan kepada Nabi Ismail, agar ia menjaga palang pintunya. Kita sudah tahu makna dan ending kisah ini.
Yang tidak tahu atau mungkin tidak mau tahu adalah mereka yang mengedit video itu sehingga menjadi tepat pada adegan yang mereka inginkan. Mengambil kisah nabi mulia untuk menyokong pendapatnya. Ganti istri dengan alasan istri suka mengeluh.
Pertama, yang dilakukan Nabi Ibrahim dan anaknya adalah syariat mereka. Bukan syariat Nabi Muhammad saw. Ambil saja hikmahnya, tak perlu dijadikan teladan sebagaimana sunnah Nabi Muhammad.
Kedua, Nabi Ibrahim meminta anaknya bercerai, bukan semata-mata membela kepentingan si anak. Beliau juga tak ingin menantunya menderita jika terus bersama anaknya. Maka perceraian adalah jalan keluarnya. Dengan begitu, anaknya tidak menyusahkan si perempuan, dan perempuan itu tidak berdosa pada suaminya.