Hampir terlompat aku dari tempat tidur, suara ledakan mercon menggema luar biasa di malam tahun baru. Setelah terbangun benar, baru aku sadar. Macam mana pula mau jatuh dari tempat tidur, orang aku tidur di lantai!
Agak sebal memang, baru jam 11 malam tertidur, jam 12 sudah terbangun lagi. Dalam gerutuan, aku berpikir. Enak mereka bakar ayam bakar jagung, besok tinggal bangun siang-siang. Aku yang tidur malam dan harus bangun pagi, mana bisa seenak itu hura-hura.
Paginya, saat buka WA, semua prasangkaku buyar. Di salah satu grup penulis, obrolan sudah ramai dengan cerita banjir dari teman-teman di beberapa daerah.
Alih-alih bakar-bakar dan main kembang api, mereka malah sibuk menyelamatkan barang-barang. Belum lagi listrik dipadamkan PLN demi keselamatan warga.
Astaghfirullah ... ternyata aku justru lebih beruntung dari mereka.
Di antara obrolan grup, seseorang yang ternyata berasal dari provinsi yang sama denganku mengirimkan foto rumah panggung dengan caption (lebih kurang), semoga tahun depan rumahnya bisa seperti ini semua. Jadi aman dari banjir.
Aku pernah melempar ide yang sama saat Mamak membahas rumah salah satu menantunya yang berada di dataran rendah. Rumah itu pernah dijual, tapi tak seorang pun berminat.
Tak usah ditanya alasannya. Jelas posisi rumah itu seperti berada di dasar periuk, dengan riol tepat melintas di depannya. Tak perlu hujan deras di puncak musim. Hujan kecil asal awet seharian, pasti sudah menggenangi rumah itu.
Kubilang pada Mamak, "Dak mungkin terjual. Kalau ada dana, mending bangun rumah panggung."
Mamak langsung melengos. "Duit dari Hongkong!"
Ya sudah, diskusi mentok. Tak ada solusi. Ibarat sakit, sudah tak ada harapan untuk sembuh. Seharusnya dulu 'penyakit' itu dicegah dengan membangun rumah panggung, karena posisinya yang jelas tak menguntungkan.
Mungkin dulu belum banyak tetangga, masih ada jalan lewat air. Tapi dari posisinya yang berada di lokasi terendah, tak usah ramal meramal, suatu saat pasti jadi 'penampungan' air.
Begitu pula barangkali Jakarta. Yang sejak zaman penjajahan telah dipahami berada di posisi yang lebih rendah dari daerah sekitarnya. Melihat-lihat foto Jakarta lampau (CMIIW), sepertinya hanya rumah-rumah di bantaran sungai yang dibuat panggung.