Lihat ke Halaman Asli

Program Revolosi Mental

Diperbarui: 22 September 2015   15:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Progam Revolusi Mental adalah salah satu program unggulan pemerintah saat ini. Program ini pula yang digadang-gadang rakyat mampu membenahi moralitas bangsa yang semakin parah. Tak tanggung-tanggung, program ini mendapat anggaran 149 miliar dari total APBN. Namun, sejak pertama dipublikasikan hingga saat ini, Revolusi Mental masih mengundang banyak pertanyaan publik. Ketidakjelasan konsep program ini berbalik membuat rakyat skeptik dengan implementasinya.

Agaknya sentimen ini bertambah kuat dengan tumbangnya situs revolusimental.go.id baru-baru ini. Situs yang baru diluncurkan dan dikelola oleh Kementrian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta menghabiskan dana 200 juta ini telah diserang hacker dan tidak dapat diakses lagi. Realisasi program ini terkesan tidak matang dan tergesa-gesa. Krisis moral yang menimpa bangsa ini memang sudah sedemikian parah dan menjalar di berbagai lini.

Kasus korupsi yang dilakukan golongan elite, kriminalitas yang semakin merajalela, hukum yang amburadul, kekerasan dan eksploitasi terhadap anak dan perempuan adalah sedikit contoh kerusakan moral yang diidap Indonesia. Menurut Din Syamsuddin, arus demoralisasi yang melanda kehidupan bangsa tidak cukup disadari sebagai ancaman serius bagi eksistensi bangsa. Hal ini terjadi karena bangsa Indonesia terjebak dalam permisivisme budaya dengan membiarkan dan mengabaikan proses dekadensi moral yang terjadi secara sistematis tanpa penggerak untuk mengatasi dan menghalanginya.

Jika ditelisik lebih dalam, sesungguhnya permisivisme budaya adalah buah dari sistem demokrasi-sekuler saat ini. Sistem ini menjunjung tinggi kebebasan. Melalui asas permisif ini dengan mudah budaya-budaya luar masuk ke Indonesia tanpa dibarengi dengan adanya filter berupa aturan yang tegas dari negara. Lebih dari itu, aturan ini menjamin kebebasan beragama, berpendapat, berperilaku dan berkepemilikan, dengan menyisihkan aturan agama dalam kehidupan bernegara. Oleh karenanya, aturan agama hanya digunakan dalam peribadatan saja. Pengaturan politik, ekonomi, sosial, pendidikan, hukum, keamanan, kesehatan dan yang lainnya menggunakan aturan yang berasal dari kebebasan berpikir manusia.

Harus diakui bahwa akal manusia memiliki jangkauan yang terbatas sehingga sistem ini meniscayakan kebenaran dan kebaikan sebagai sesuatu yang relatif. Dengan demikian jelas sistem ini menjauhkan unsur spiritual dan moral dari kehidupan. Dari sini terlihat bahwa pembenahan moralitas bangsa tidak cukup dengan revolusi mental, apalagi hanya menggunakan situs. Pembenahan ini membutuhkan penggantian sistem pengaturan. Sistem tersebut adalah sistem yang dapat memfilter, menggerakkan, dan menyelamatkan dari berbagai bentuk ancaman yang dapat menyebabkan kehancuran bangsa. Salah satu sistem yang dapat dijadikan alternatif pengganti adalah sistem Islam. Sistem Islam memiliki pengaturan di seluruh lini kehidupan berdasarkan aturan dari Dzat Yang Maha Tahu. Sistem ini telah terbukti mampu mengantarkan manusia hidup dalam naungan kemuliaan sebuah peradaban agung selama 1300 tahu




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline