Wanita adalah penyempurna hidup bagi laki-laki, sehingga ketika menjadi istri maka dia adalah bidadari surga yang Allah turunkan ke muka bumi untuk mendampingi suaminya. Maka tidak heran dalam istilah jawa istri disebut garwo, karena seorang istri adalah sigaring nyowo suami, setengah dari nyawa suami atau belahan jiwa suami. Artinya suami tidak akan bisa berbuat banyak tanpa peran dari istri di belakangnya.
Di balik suami hebat bisa dipastikan ada istri yang hebat. Tidak mungkin suami bisa menjalankan tugas, pekerjaan dan amanah sehingga menghasilkan karya yang luar biasa jika tidak mendapat dukungan yang luar biasa dari istrinya. Mungkin istri tidak memberikan sumbangsih pemikiran cerdas tapi perannya dalam mengkondisikan suami bisa berfikir tenang untuk mendapatkan ide berlian dan bekerja optimal.
Tentu tidak semua istri bisa menjadi belahan jiwa suaminya dan tidak serta merta menjelma menjadi bidadari. Ada persyaratan yang ketat untuk mendapatkan kedudukan mulia tersebut. Diantara syaratnya adalah sholehah dengan taat dan menjaga diri, setia suka dan duka, gigih, ikhlas dan bisa menjadi alarm bagi keluarga terutama bagi suaminya.
Harus Cemburu kepada Khadijah
Sejenak kita menyimak kembali kisah Khadijah dalam mendampingi Rasulullah di masa awal kenabiannya. Ketika Rasulullah merasa ketakutan terhadap wahyu yang diberikan kepadanya, bahkan hingga menggigil badan Rasulullah, lantas Khadijah mencoba menghiburnya dengan berkata:
“Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sungguh engkau suka menyambung silaturahmi, menanggung kebutuhan orang yang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya, menjamu dan memuliakan tamu dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran.” (HR. Muttafaqun ‘alaih)
Awal perjalanan Muhammad menjadi nabi dan rasul bukanlah masa yang mudah, terutama di fase Makkah. Intimidasi fisik dan psikis mengintai setiap saat, dicibir, diboikot ekonomi dan terancam dengan pembunuhan. Sementara pengikutnya saat itu masih sangat sedikit dan belum memiliki kekuatan yang diperhitungkan. Namun ada pendamping setia bagi Rasulullah dalam mengemban amanah kenabian itu yaitu Khadijah istri yang sangat dicintainya.
Pengorbanan Khadijah sangat luar biasa, hartanya habis untuk membiayai perjuangan Rasulullah padahal sebelumnya Khadijah adalah saudagar yang kaya raya. Khadijah juga rela hidup susah dan menderita, padahal status sosial sebelumnya sangat terhormat sebagai seorang bangsawan.
Saat Khadijah meninggal dunia, Rasulullah sangat bersedih sehingga tahun tersebut disebut tahun kesedihan. Tentu bukan karena cantiknya Khadijah hingga Rasulullah mencintai karena Khadijah saat itu sudah janda dan umur lebih tua daripada Rasulullah. Bukan karena kekayaan dan status sosialnya karena itu semua juga dia korbankan di jalan Allah. Namun kesetiaan dan perannya yang sangat besar dalam memotivasi, mendampingi masa-masa sulit perjuangan Rasulullah.
Sampai-sampai ketika Aisyah cemburu kepada Khadijah, dan berkata “Kenapa engkau sering menyebut perempuan berpipi merah itu, padahal Allah telah menggantikannya untukmu dengan yang lebih baik?” Lantas Rasulullah marah dan bersabda: “Bagaimana engkau berkata demikian? Sungguh dia beriman kepadaku pada saat orang-orang menolakku, dia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, dia mendermakan seluruh hartanya untukku pada saat semua orang menolak mambantuku, dan Allah memberiku rizki darinya berupa keturunan.” (HR Ahmad dengan Sanad yang Hasan)
Seharusnya bukan hanya Aisyah yang cemburu tapi seluruh muslimah harus cemburu dengan Khadijah. Dialah wanita teladan bagi seluruh muslimah dalam menjalankan perannya sebagai istri yang sholehah. Setia dan rela berkurban dalam suka dan duka, senang atau susah yang dialami oleh suaminya.