Pertanyaan klasik tentang "saham apa yang harus dibeli?" sebenarnya tak hanya ditanyakan para investor pemula yang mungkin baru saja masuk ke dalam bursa saham. Banyak investor yang tergolong lebih senior masih juga suka menanyakannya.
Tapi kali ini kita coba fokus membahas dari sisi investor pemula saja. Pertanyaan klasik semacam itu terutama bila disampaikan investor pemula, menurut saya sebenarnya tergolong wajar-wajar saja. Kebetulan dulu saya juga seperti itu.
Awal-awal mengenal pasar saham sampai akhirnya memberanikan diri masuk ke dalam, tentu masih banyak hal yang masih belum saya ketahui.
Metode belajar singkat melalui Sekolah Pasar Modal (SPM) yang diselenggarakan Bursa Efek bekerjasama dengan perusahaan sekuritas memang secara umum sudah berusaha menjelaskan tentang investasi saham.
Namun sekali lagi, itu semua terasa belum cukup. Terlebih lagi saat sudah mulai bicara saham apa yang harus dibeli, saya semakin bingung.
Satu hal yang saya pegang dari apa yang sudah diajarkan, investor harus membeli saham di harga yang murah, sehingga saat harganya naik maka kita mendapat keuntungan.
Pertanyaannya, bagaimana menentukan saham yang harganya murah? Apakah dari harga/nominalnya? Apakah saham dengan harga Rp 50/lembar pasti lebih murah dari saham yang harganya Rp 500/lembar?
Ternyata tidak demikian. Seiring berjalannya waktu saya belajar bahwa ternyata harga dan nilai adalah sesuatu hal yang sangat berbeda.
Warren Buffet mengatakan "price is what you pay, value is what you get".
Tugas seorang investor melakukan penghitungan nilai bisnis suatu perusahaan terlebih dulu, baru menentukan harga yang layak untuk dibayarkan. Artinya, nominal/harga yang rendah tak otomatis berarti murah.