Lihat ke Halaman Asli

Stevan Manihuruk

TERVERIFIKASI

ASN

Ingat, Gereja Jangan Dijadikan Panggung Kampanye Politik!

Diperbarui: 5 Februari 2019   14:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (leimena.org)

Pada artikel sebelumnya, saya sudah membahas fenomena caleg yang memanfaatkan momen pesta "bona taon" sebagai ajang berkampanye. Kali ini, saya ingin menyoroti hal lain yang sebenarnya sudah jelas dari sisi aturan.

Ya, saya akan membahas tempat ibadah, khususnya gereja yang berpotensi dijadikan sebagai panggung untuk berkampanye politik.

Sebagaimana lazimnya, para kandidat memang akan berupaya mengeksploitasi berbagai faktor kedekatan yang mungkin bisa memengaruhi sisi emosional para calon pemilih. Entah faktor suku, etnis, asal kampung halaman, almamater pendidikan, dan tentu saja agama.

Biasanya, kalau sudah dimulai dengan bicara kedekatan atau kesamaan, takkan terlalu dipermasalahkan lagi soal kompetensi, rekam jejak, apalagi visi dan misi yang ingin diperjuangkan si calon.

Yang selalu ditonjolkan adalah semata-mata faktor kesamaan itu tadi. Selanjutnya ditambah lagi dengan pernyataan-pernyataan mengenai pentingnya ada perwakilan dari golongan "kita" yang duduk di kekuasaan.

Isu-isu yang memantik sentimen "kekitaan" kembali diangkat. Dalam konteks gereja misalnya, isu mengenai sulitnya memperoleh izin pembangunan rumah ibadah dan penutupan gereja akan terus dikumandangkan.

Saya kira, pada momen mendekati pemilu seperti saat ini, jemaat gereja harus bersikap yang jelas dan tegas, tak boleh abu-abu apalagi ragu-ragu. Ketentuan yang ada sudah jelas melarang penggunaan tempat ibadah sebagai panggung untuk berkampanye politik.

Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat 1 huruf h menyebutkan ada 3 (tiga) tempat yang dilarang untuk berkampanye. Ketentuan tersebut berbunyi, "Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan."

Gereja jelas-jelas masuk dalam kategori tempat ibadah. Maka, "haram" hukumnya dijadikan sebagai tempat berkampanye. Sebagai warga negara yang baik dan taat hukum, sudah seharusnya aturan yang ada dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab.

Pada salah satu bagian dalam kitab suci juga jelas disampaikan teladan dan perintah Yesus mengajarkan bahwa kita harus patuh terhadap pemerintah dalam artian patuh pada aturan/peraturan yang berlaku.

Pimpinan dan pengurus gereja harus faham betul dan berkomitmen untuk menjalankan aturan ini dengan sepenuh hati. Sekalipun ada beberapa anggota jemaat yang ikut mencalonkan diri dalam kontestasi, tetap tak bisa dijadikan alasan pembenaran untuk melanggar aturan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline