Presiden Jokowi resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada 6 orang tokoh Indonesia. Prosesi pemberian gelar itu berlangsung di Istana Negara, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (8/11/2018) pukul 13.00 WIB.
Gelar tersebut diberikan Presiden Jokowi sesuai dengan Keppres Nomor 123/TK/Tahun 2018 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. Secara simbolis, gelar itu diterima oleh para ahli waris.
Proses penetapan itu telah melalui seleksi dan tahapan yang cukup panjang, hingga akhirnya Presiden Jokowi menetapkan 6 nama yaitu: Abdurrahman Baswedan tokoh dari Provinsi DI Yogyakarta, IR H Pangeran Mohammad Noor tokoh dari Kalimantan Selatan, Agung Hajjah Andi Depu tokoh dari Sulawesi Barat, Depati Amir tokoh dari Bangka Belitung, Kasman Singodimedjo tokoh dari Jawa Tengah, Brigjen KH Syam'un tokoh dari Banten.
Abdurrahman Baswedan
Dari berbagai literatur dapat kita temukan, tokoh ini bisa dikatakan sebagai paket komplet di zamannya. Tokoh yang akrab disapa A.R. Baswedan ini tercatat sebagai pejuang kemerdekaan, jurnalis, politisi, mubaligh, bahkan seniman.
Sebagai seorang pejuang kemerdekaan, A.R. Baswedan berperan penting menyiapkan gerakan pemuda peranakan Arab untuk berperang melawan Belanda. Mereka yang terpilih akan dilatih dengan semi militer di barak-barak. Mereka dipersiapkan secara fisik untuk bertempur.
Putra bungsu A.R. Baswedan, Samhari Baswedan mengisahkan ayahnya bersama Agus Salim, Nazir Pamuntjak, dan Moh Rasidin pernah terbang ke Mesir untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan atas Indonesia. Mereka berhasil dan Mesir menjadi negara pertama yang mengakui Indonesia.
A.R. Baswedan kemudian harus membawa dokumen pengakuan tersebut kembali ke Indonesia. Namun saat itu Belanda menggempur.
"Jadi dokumen dimasukkan bapak ke kaos kaki, di bawah telapaknya," kata Samhari. Untungnya, prajurit tak menemukan dokumen itu sehingga ia bisa menyerahkannya kepada Amir Syarifuddin untuk diberikan kepada Soekarno.
Kiprah A.R. Baswedan sebagai jurnalis terlihat dari berbagai karya tulisannya yang kerap tampil di media-media propaganda kebangsaan Indonesia. Ia juga sempat memegang jabatan-jabatan penting sebagai Redaktur, Pemimpin Redaksi beberapa media koran/majalah di Surabaya, Semarang dan Yogyakarta.
Satu hal yang menarik perhatian sekaligus menjadi kontroversi kala itu adalah foto A.R. Baswedan di majalah Matahari yang mengenakan surjan dan blangkon, ditambah lagi ada tulisan A.R. Baswedan yang berjudul "Peranakan Arab dan Totoknya". Dalam tulisan itu, A.R. Baswedan mengajak keturunan Arab yang berada di Hindia Belanda saat itu untuk bersatu, membaur dengan masyarakat lainnya.