Lihat ke Halaman Asli

Stevan Manihuruk

TERVERIFIKASI

ASN

Kepala Daerah Mendukung Capres, Berkah atau Masalah?

Diperbarui: 20 September 2018   23:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sembilan pasang gubernur dan wakil gubernur terpilih diambil sumpah jabatannya saat pelantikan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/9). Presiden melantik sembilan gubernur dan wakil gubernur hasil Pilkada serentak 2018, yaitu Papua, NTT, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Bali, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

Polemik di ruang publik terjadi lagi. Ini terkait fenomena sejumlah kepala daerah yang menyatakan dukungan secara terbuka pada salah satu kandidat di Pilpres 2019. Kebanyakan dukungan tersebut dialamatkan pada petahana (incumbent).  

Ada kepala daerah yang berani menyatakan dukungan, padahal ia berasal dan bahkan menjadi pengurus aktif salah satu partai politik yang sudah mengambil sikap politik berseberangan dengan petahana. Mereka sudah siap menghadapi risiko atau sanksi yang akan dijatuhkan partai, termasuk pemecatan. 

Dari daerah Sumatera Barat dikabarkan ada sepuluh kepala daerah yang telah menyatakan dukungan terbuka pada petahana. Cukup mengejutkan karena di pilpres 2014 lalu, pasangan Jokowi-JK justru mengalami kekalahan yang cukup telak disana. 

Ihwal dukung-mendukung capres di Pilpres mendatang sebenarnya sudah mulai gencar dibicarakan saat para calon kepala daerah sedang bersaing di Pilkada beberapa waktu lalu. Tak bisa dimungkiri, kontestasi pilkada lalu memang seringkali disebut-sebut sebagai "ajang pemanasan" partai politik jelang menghadapi pileg dan pilpres 2019. 

Berkah atau manfaat kepala daerah yang menyatakan dukungan secara terbuka pada capres-cawapres mungkin saja berpotensi mendongkrak perolehan suara, meskipun beberapa pengamat justru meragukan signifikansinya. 

Dengan kata lain, dukungan tersebut masih harus diuji dengan menunggu hasil Pilpres mendatang dan cara mengukurnya cukup sederhana. Sebagai contoh, setelah adanya dukungan terbuka dari beberapa kepala daerah di Sumatera Barat, apakah petahana akan mampu memenangkan perolehan suara atau minimal tidak lagi mengalami kekalahan telak di Pilpres mendatang atau justru sebaliknya. 

Satu hal yang pasti, dukungan terbuka kepala daerah di kontestasi Pilpres 2019 berpotensi menimbulkan masalah. Kepala daerah jelas-jelas merupakan pemimpin birokrasi di daerah yang harus melayani masyarakat secara optimal, prima, berkeadilan dan tanpa diskriminasi. Untuk itulah, secara ideal (aparat) birokrasi memang harus netral dalam kontestasi politik apapun. 

Bisa dibayangkan, kegamangan yang dirasakan para aparat birokrasi sementara pimpinan tertinggi mereka justru bersikap tak netral alias jelas-jelas sudah menyatakan dukungan secara terbuka pada salah satu kandidat. Ini bukan teladan yang baik dari seorang pemimpin. 

Potensi masalah berikutnya, bukan tidak mungkin sang kepala daerah akan melakukan mobilisasi aset yang sedang "dikuasainya" untuk digunakan sebagai alat kampanye calon yang didukungnya. 

Sesuai aturan, kepala daerah yang akan terlibat kampanye di Pilpres mendatang juga diwajibkan mengambil cuti. Dengan demikian, untuk sementara waktu mereka akan menyampingkan tugas dan tanggung jawab yang sudah diamanahkan oleh warga dalam sumpah jabatan yang pernah diikrarkan.

Dukungan terbuka kepala daerah pada capres, sekurang-kurangnya memang jelas bermasalah secara etika. Walaupun dari segi peraturan, ada banyak celah yang bisa digunakan sebagai alasan pembenaran. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline