Delapan puluh tiga tahun silam, dalam rangka pencapaian keberhasilan pendidikan, Ki Hajar Dewantara mencetuskan konsep Tri Sentra Pendidikan, yaitu: alam keluarga, alam perguruan/sekolah, dan alam pergerakan pemuda/lingkungan kemasyarakatan.
Hal menarik karena unsur keluarga diletakkan di awal yang menunjukkan betapa penting peranannya sebagai pendidik pertama dan utama.
Tri Sentra Pendidikan juga menyiratkan pesan bahwa keberhasilan pendidikan bisa dicapai bila terjadi kolaborasi dan kemitraan yang baik antar tiga unsur terkait. Dengan kata lain, prestasi dan keberhasilan yang diraih anak dalam pendidikan, sangat dipengaruhi oleh peran dan keharmonisan masing-masing unsur yang membentuk ekosistem pendidikan yang kondusif.
Sejak awal, Ki Hajar Dewantara tak memandang sekolah/lembaga pendidikan formal sebagai elemen paling dominan apalagi mutlak dalam rangka membentuk karakter anak. Sekali lagi, faktor keluarga justru paling pertama dan utama serta ditambah lagi dengan faktor lingkungan masyarakat.
Pakar pendidikan yang terkenal dengan konsep "kerucut pengalaman", Edgar Dale (1900 - 1985) merumuskan pendidikan sebagai usaha secara sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar bisa mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.
Sekolah sebagai investasi ?
Namun, sering menjadi persoalan, sekolah dianggap sebagai faktor paling dominan yang menentukan keberhasilan anak dalam pendidikan. Para orang tua mengira, saat mereka sudah mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah, maka tugas mereka selesai dan tinggal menunggu hasilnya.
Sekolah diibaratkan tempat berinvestasi. Para orang tua yang memang sudah mengeluarkan biaya agar anaknya bisa mengikuti proses pendidikan formal lalu menuntut anaknya harus berhasil bahkan kalau bisa berprestasi. Saat hasil ternyata tak sesuai yang diharapkan, para orang tua langsung menyalahkan guru dan sekolah. Kondisi-kondisi semacam ini jamak ditemui khususnya jaman kini.
Padahal, katakanlah logika sekolah sebagai tempat berinvestasi digunakan, jelas ada banyak faktor yang bisa memengaruhi berhasil-tidaknya proses "investasi" tersebut. Dalam dunia investasi bisnis pun, tidak pernah ada faktor tunggal yang dianggap mutlak sebagai penentu keberhasilan. Pasti banyak faktor yang saling memengaruhi.
Keluarga tetap memiliki peran penting dalam rangka mendukung keberhasilan pendidikan anak. Di dalam keluarga, karakter dan motivasi anak lebih bisa dibentuk. Terlebih lagi, waktu bersama-sama dengan keluarga lebih banyak daripada saat di sekolah.
Di dalam keluarga, budi pekerti dan pengajaran nilai-nilai baik lainnya bisa ditanamkan melalui keteladanan orang tua. Proses pendidikan semacam ini akan jauh lebih melekat dalam hati sanubari si anak, daripada pengajaran-pengajaran berupa ucapan atau hafalan.