Sehari setelah menulis artikel "Mengenang Syafiuddin Kartasasmita, Sampai Mati Melawan Korupsi", saya mendapat kejutan karena ada seseorang yang berkirim pesan pribadi via WhatsApp mengonfirmasi tulisan tersebut apakah benar karya saya.
Setelah saya jawab, "iya, benar", ia memperkenalkan diri sebagai keponakan almarhum. Selanjutnya ia menyampaikan pesan salam dari anggota keluarga yang lain (ibu dan tantenya).
Ya, tentu saja itu kejutan yang menyenangkan. Tulisan sederhana yang saya buat sudah dibaca dan diapresiasi langsung oleh anggota keluarga tokoh yang saya tulis. Kebahagiaan yang berlipat ganda karena Tim Kompasiana pun sudah melabeli artikel tersebut sebagai "Artikel Utama".
Semakin hari saya menyadari bahwa menulis adalah aktivitas yang menyenangkan. Melalui tulisan, saya bisa berkomentar tentang banyak hal, berbagi kegelisahan, menyampaikan kritikan/gagasan dan hal-hal lainnya.
Pada setiap tulisan yang sudah terpublikasikan, kita tak pernah tahu ada kejutan-kejutan menyenangkan yang bisa tiba-tiba datang. Saya sudah mengalaminya beberapa kali. Yang terbaru, saya juga terpilih untuk mengikuti Writingthon Asian Games yang akan dilaksanakan di Jakarta, pertengahan Agustus mendatang.
Energi baik
Lalu, bisakah tulisan digunakan sebagai media untuk menyebarkan ide, semangat, dan energi kebaikan ?. Tentu saja bisa. Belakangan kita memang sangat resah dengan penyebaran konten-konten negatif khususnya di dunia maya.
Berbagai berita bohong, fitnah, kebencian, provokasi, bahkan teror tersebar luas di media sosial dan menjadi konsumsi sehari-hari para pengguna. Di era kemajuan teknologi informasi saat ini, berbagai informasi bisa tumpah ruah dalam hitungan detik laksana "air bah".
Menjadi persoalan, tak semua informasi tersebut berguna. Kebanyakan justru merupakan informasi "sampah" karena selain tak berguna, ia juga berbahaya karena mengandung kebohongan dan bisa menyesatkan kita jika tak hati-hati saat membacanya.
Situasinya kian rumit ketika mereka yang sedang berebut kuasa juga secara sadar memanfaatkan media sosial untuk menebar propaganda ke publik. Terjadilah seperti hari-hari ini. Ruang media sosial dipenuhi dengan aksi saling klaim, saling sindir, saling ejek bahkan saling hujat antara satu sama lain.
Energi kita akan habis jika sekadar ikut hanyut dalam perdebatan yang sepertinya takkan ada ujungnya tersebut. Lebih berbahaya lagi, hanya gara-gara perbedaan pandangan di dunia maya lalu berimbas pada buruknya hubungan dengan sesama di dunia nyata. Sangat merugikan, pastinya.