Beberapa hari ini, saat membuka google dan masukkan kata kunci "Edy Rahmayadi" dan "PSSI", berita yang keluar adalah soal "kepastian" Edy Rahmayadi yang akan tetap memimpin PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia.
Secara prosedural, Edy memang diamanahkan menjadi orang nomor satu di induk organisasi sepakbola tanah air sampai tahun 2020 mendatang. Posisinya itu mulai dipertanyakan ketika ada keputusan untuk maju di Pilkada Sumatera Utara, Edy mencalonkan diri sebagai calon Gubernur.
Pada masa kampanye, Edy juga sempat ambil cuti dan tugasnya dilaksanakan oleh Joko Driyono selaku pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum PSSI.
Pertanyaan soal posisi Edy di PSSI kian mencuat karena berdasarkan hasil hitung cepat seluruh lembaga survey menunjukkan bahwa ia kemungkinan besar akan terpilih sebagai Gubernur Sumatera Utara. Edy bersama Musa Rajekshah, berhasil mengungguli pasangan Djarot Syaiful Hidayat - Sihar Sitorus.
Berbagai sumber informasi memberitakan bahwa kemungkinan besar Edy akan tetap memegang jabatan sebagai ketua umum PSSI, walaupun nantinya ia akan dilantik sebagai Gubernur Sumatera Utara.
Sekretaris Jenderal PSSI, Ratu Tisha Destria juga menyatakan bahwa Edy tak akan melepas jabatannya di PSSI. Ratu menambahkan, Edy tetap akan menjadi ketua umum PSSI hingga akhir masa jabatannya tahun 2020 mendatang.
Edy sendiri sebelum pelaksanaan Pilgub sudah menegaskan tidak akan mundur dari jabatannya sebagai ketua umum PSSI kendati terpilih sebagai Gubernur. Edy beralasan, karena tidak ada aturan yang mengatur, maka rangkap jabatan itu sah. Edy menambahkan, rangkap jabatan juga tidak akan mengganggu dirinya mengurus PSSI. Ia berkata, kepengurusan PSSI dibawah kepemimpinannya sudah tertata dengan baik.
Ironi
Ihwal rangkap jabatan ini otomatis langsung menjadi sorotan banyak pihak. Yang paling mencuat adalah nada-nada penolakan. Presiden Madura United, Achsanul Qosasi misalnya, sampai merasa perlu menyampaikan penolakannya lewat surat terbuka di akun instagram pribadinya.
Entahlah, publik pun pasti bertanya-tanya, ada apa dengan PSSI sehingga semua orang kelihatannya sulit sekali untuk legowo melepas jabatan yang sudah diraih.
Jika rangkap jabatan ini benar-benar terjadi, tentu menjadi preseden buruk bagi dunia sepakbola kita. Wajah sepakbola kita seharusnya sudah cukup menanggung malu ketika PSSI pernah dipimpin oleh seseorang yang sedang berstatus sebagai tahanan penjara.