Lihat ke Halaman Asli

Saksi Lebih Hebat Dibandingkan Pengamat Politik di MK

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SAKSI adalah seseorang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai suatu kejahatan atau kejadian yang dramatis dan dapat menolong memastikan pertimbangan-pertimbangan penting dalam suatu kejahatan atau kejadian (wikipedia indonesia).

Dalam sidang gugatan Pilpres di MK, saksi memegang peranan yang sangat penting bagi masing-masing kubu yang berselisih. Bagi pemohon, saksi bisa memperkuat dalil gugatan yang diajukan ataupun sebaliknya justru melemahkan dalil gugatan dan menguntungkan termohon. Demikian juga saksi termohon, kesaksiannya bisa mematahkan dalil pemohon atau sebalinya membenarkan dalil pemohon. Untuk itu, saksi yang dipilih dan dihadirkan masing-masing pihak adalah saksi yang benar-benar paham, mengerti dan sebagai sumber pertama yang tahu tentang situasi yang disengketakan yang tertuang dalam gugatan yang diajukan dalam sidang di MK.

Tugas saksi tidaklah ringan. Ia harus menghadapi majelis hakim dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Tetapi ia juga harus menjawab pertanyaan-pertanyaan kuasa hukum yang kadang pertanyaanya sulit dipahami dan sulit dimengerti. Belum lagi kalau hakim ataupun kuasa hukum mengeluarkan jurus menakutkan, menyampaikan ancaman hukuman pidana kalau saksi tidak berkata benar, sebuah tekanan emosi dan mental bagi para saksi di MK.

Bagaimana dengan pengamat politik? Tampaknya, nothing to lose bagi pengamat, apapun yang dikatakannya atau yang dikomentarinya dalam sidang di MK. Pengamat bisa dengan leluasa memberikan pendapatnya meskipun sebagian besar pendapat yang dikemukakan bersifat subyektif dengan analisa yang kadangkala berdasarkan asumsi-asumsi yang dibangunnya sendiri. Bahkan satu pengertian yang baku diterjemahkan menurut pengertiannya sendiri. Misalnya pengertia terstruktur, sistimatis dan massif oleh pengamat diterjemahkan dengan pikiran-pikirannya sendiri.

Tidak ada implikasi apapun yang dihadapi oleh pengamat, kecuali rasa jengkel penonton dan rasa enggan untuk melihatnya kembali. Untungya, pendapat pengamat tidak berdampak apapun. Kecuali untuk 'memuaskan' stasiun televisi yang mengundangnya. Dalam konteks inilah saksi lebih hebat. Saksi berani bicara berdasarkan realita. Saksi tidak boleh menyimpulkan apapun kecuali menceritakan sebuah realita yang dilihat didengar dan disaksikannya sendiri. Keputusan MK akan ditentukan oleh saksi-saksi yang berbicara di gedung MK beberapa hari ini. Jadi, saksi lebih hebat dari seorang pengamat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline