Lihat ke Halaman Asli

Kerajaan Kecil Bernama Pasar Induk Kramat Jati

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

sudah tiga tahun saya menjalani bisnis di pasar induk kramat jati. setiap seusai sholat maghrib duduk saya santai di lantai 2 di gedung masjid. sambil menghirup teh telor untuk menambah semangat saya kembali menanti pembeli. tidk banyak yang saya dagangkan setiap hari hanya sekitar 1,7 ton ketimun dan 1,2 ton tomat. kalau menurut anda itu besar sangat salah sekali. itu merupakan mainan untuk bandar bermodal kecil.

karena didalam pasar induk terdapat bandar bandar yang besar dengan ukuran 20 sampai 30 ton komoditi yang dijual perharinya. ada isu yang diyakini kebenarannya. bernama H.M bandar yang tidak lulus SD tapi mampu menghasilkan samapai 9 juta rupiah untung bersih setiap hari. dan setelah saya perhatikan mungkin ada benarnya isu itu karena pergerakan barang yang sangat cepat di lapak dia.

2 tahun terakhir ini saya selalu duduk di tepian gedung memandang ke bawah tampak orang orang mulai dari pemalas sampai dengan yang paling rajinpun bisa terlihat. tidak susah untuk mendapatkan uang recehan di tempat itu. semua berjibaku untuk mengumpulkan uang recehan siapa yang paling banyak mengumpulkan recehan dialah yang kaya.mengapa saya sebut recehan karena keuntungan yang diperoleh per kilo gram tidak lah lebih dari Rp.600. dalam harga normal. beda hal dengan pasaokan yang sengaja ditahan para bandar besar sehingga mengalami kenaikan harga yang fantastis seperti cabe.

tidak ada preman jagoan maupun yang ditakuti disana setiap orang menjaga dirinya sendiri . tdak ada yang saling menyerang. karena akan berhubungan dengan namanya solideritas kedaerahan. apa bila satu merasa terancam maka akan datang puluhan maupun ratusan orang yang merasa sedaerah dengannya.

mengapa saya bila kerajaan karena semua kebutuhan dari soal makan minum toilet tidur massage samapai dengan urusan biologis bisa didapatkan disini.orang bisa dengan mudah membuka lapak dengan menyewa 2 juta perbulan untuk komoditi sayur mayur apa saja tanpa memandang didepan lapak kita sudah ada penjual dengan komoditas yang sama dengan kita. semua bebas tidak ada yang marah atau melarang.

disini ada setiap orang dinilai dari usaha dan kejujuran, sekali dia bermain politik atau menipu kawan habislah masa dia untuk berusaha di pasar induk. ada yang berpengahasilan 7 juta perhari ada yang berpenghasilan 10 ribu perhari tergantung bagaimana dia berusaha dengan kejujuran dan kepintaran dia . ada yang mengandalkan otot tapi tidak untuk tindakan premanisme tetapi sebagi kuli angkut. satu kali angkut ukuran 50 kg sejauh 100 meter dihargai 2 ribu rupiah. sedih memang kalau kita melihat tapi saya senang karena mereka masih mau bekerja.

semua ada ditangan bandar besar.  bukan di pembeli atau di petani. para menteri bilang kalau cabe mahal karena kurang pasokan karena gagal panen berarti mereka tidak  mengerti sistem kerajaan di pasar induk. gagal panen tidak mungkin di selesaikan dlam waktu satu minggu. apa bila ada satu komoditas mahal dengan cepat dikarenakan para bandar besar menahan stok mereka untuk beberapa jam saja dan mengeluarkan stok mereka secara bertahap.

dipasar induk ini tidak dikenal adanya pajak yang ada hanya uang retribusi Rp. 22.500 perhari per lapak tidak ada ppn tidak pph 21 dan tidak ada umr. oleh karena itu saya menyebutnya dengan kerajaan kecil . THIS IS PIKJ (pasar induk kramat jati) so this is our rule.

ingin merenungkan nasib tidak lah mungkin karena banyak yang lebih susah dari pada saya. disaat dagangan tidak memuasakan saya langsung menemui pak hendra. teman saya ngobrol dan minum teh telor. beliau sudah 5 tahun hidup di pasar induk dengan 1 istri dan 2 anak tanpa rumah hanya menempati kios kosong ukuran 2 x 2 meter tanapa mengeluh. beliau tetap berjuang. yang akan saya tulis mungkin 2 hari lagi menunggu persetujuan beliau dahulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline