Lihat ke Halaman Asli

Pada Daun yang Jatuh

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Engkau menyembunyikan tawa
pada gemerisikmu yang menguning
yang dahan-dahannya kering
lalu angin mengembuskannya
pada jeda dan angka-angka purba

Engkau menyembunyikan tangis
pada gerimis yang menyibak helai-helai rambutmu
dan mencipta getar pada jemarimu yang lentik
kemudian hening
dan ritme sunyi mengungkungmu tanpa henti

Pada musim dingin
kau bilang salju bisa menggigilkan kulit arimu
bibirmu gemetar
tubuhmu seperti beku
melebihi hipotamia di kutub utara
tulang-tulangmu meradang
meronta kesakitan

Pada janji matahari saat ia akan datang esok pagi
engkau berikrar dengan serapah
yang kau alirkan dengan deras di peredaran darah
dengan dirimu sendiri
lewat sugesti

Pada akhirnya engkau hanya meronta
menahan sesak pada tumpukan dadamu yang mendera
menghalau perih, luka, dan sebagainya
dan kemudian engkau menari
memilih menepi dari terjang badai
yang sekonyong-konyong menghampirimu
dengan gerakannya yang gemulai angkuh
menjadikanmu latar bagi ombaknya yang bergemuruh

berusaha melumat habis seluruh lara dan duka
serupa engkau melakukan hal yang sama pada kembang gula karet
di mulutmu yang jenaka

Engkau hanya berjalan
menari
bernyanyi
pada poros yang kau cipta sendiri
panggung serupa kotakpandora
yang di dalamnya kau simpan benih-benih bahagia
lalu kau menyebutnya pelangi
setelah badai dan hujan di bening matamu itu sirna
Senin, 20 Januari 2014
17.48
saat hujan mengintip jendela
dan mendung menggelayut di langit yogyakarta
Langit senja




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline