Bagi seorang mahasiswa kata “skripsi” tentu sangat-sangat tidak asing di telinga mereka, ya itu merupakan suatu tugas yang di anggap khususnya para mahasiswa sebagai ujian terberat mereka. Mahasiswa memang tidak jauh dari tugas-tugas akademis yang hampir menjadi rutinitas mereka dalam kehidupan kampus, namun skripsi mempunyai tempat sendiri dikalangan mahasiswa dibandingkan dengan tugas-tugas yang lainnya, karena selain menjadi tolak ukur dan syarat kelulusan, dalam pengerjaan skripsi mahasiswa dibenturkan berbagai permasalahan yang membawa mereka melek dan tahu bagaimana proses seorang akademisi melakukan penelitian. Artinya skripsi menjadi perjuangan akhir para mahasiswa dalam perjalanan mereka di dunia kampus sebelum akhirnya mereka beralih dunia yang dinamakan masyarakat.Tugas akhir ini menguji bagaimana pengetahuan dan mental mahasiswa dalam melakukan penelitian, tidak heran banyak mahasiswa yang kewalahan dan bahkan ada juga yang menyerah dalam mengerjakannya atau bahkan juga sampai ketakutan mendengar kata skripsi. Hal ini menimbulkan kepuasan yang luar biasa bagi mahasiswa yang benar-benar mengerjakannya, namun ternyata masih banyak mahasiswa dikalangan kita yang bermental pragmatis dan saya sebut pengecut karena yang seharusnya mereka bisa kerjakan tapi malah mengambil jalur pintas, yaitu menggunakan jasa orang lain untuk membuat skripsi.
Lembek dan malasnya mental para mahasiswa ini yang akhirnya membuat beberapa orang memanfaatkan menawarkan jasa pembuatan skripsi atau lebih sering dikenal “Joki Skripsi”. Bertahun-tahun jasa pembuatan tugas akhir ini marak terjadi dikalangan mahasiswa dan mirisnya malah semakin banyak. Dengan budget Rp.2.000.000 – Rp.3.000.000 mereka bisa menggunakan jasa joki skripsi sampai selesai, selain “murah” para mahasiswa MALAS ini sangat mudah mencari joki-joki skripsi mulai dari relasi teman, internet, dan bahkan yang membuat penulis miris melihat Universitas sendiri terpampang brosur pembuatan jasa tersebut di mading kampus. MIRIS !!!!
Bagi perguruan tinggi pratik ini cukup sulit ditemukan karena pembimbing yang disediakan kampus pun tidak bisa memonitor mahasiswa seutuhnya dalam proses pengerjaan skripsi. Hal tersebut malah dimanfaat oleh mahasiswa-mahasiswa yang berpikiran sempit untuk mengambil jalan pintas, karena walaupun skripsi mereka tidak murni pembimbing tidak akan tahu karena mereka hanya mengevaluasi hasil bukan memonitoring prosesnya.
Di kampus penulis yaitu Unswagati Cirebon, penulis melihat masih banyak sekali mahasiswa – mahasiswanya yang menggunakan jasa joki. Namun tidak banyak dosen-dosen pembimbing tahu bahwa mahasiswa yang dibimbingnya bermain curang dibelakang mereka. Mungkin salah satu penyebabnya di kampus kita kurang efektif dalam pembagian mahasiswa pembimbingnya karena satu dosen bahkan membimbing 5-7 mahasiswa, sehingga pembimbing kesulitan dalam mengawasi mahasiswanya. Disini pembimbing memegang peran penting dalam proses penelitian mulai dari pertemuan intens, perombakan tulisan, dan adanya sanksi tegas jika ada mahasiswa yang curang.
Fenomena ini menggambarkan bahwa para akademisi saat ini sangat sangat meremehkan dunia pendidikan tinggi bahkan dikalangan mahasiswanhya sendiri, sungguh ini merupakan suara terompet keras bagi kita semua yang terlalu terlelap dalam memandang dunia pendidikan.
Joki-joki skripsi pun saat ini seolah memoles muka mereka serata tembok yang hingga dengan pede-nya memasarkan jasa-jasa mereka demi keuntungan pribadi. Penulis sama sekali tidak menyalahkan joki-joki ini yang hanya membantu orang lain dalam pengerjaan skripsi, namun disini penulis tekankan para pembantu penelitian ini sebagian besar merebut proses perkembangan seorang mahasiswa dan parahnya mengambil keuntungan sabagai rutinitas bisnis. Pernahkah terlintas dibenak kita bagaimana generasi kita nanti?? Generasi yang bermental malas?? Generasi yang tak ingin berproses??? Generasi instan??
Jika fenomena ini terus berlanjut jangan heran jauh kedepan nanti sulit sekali muncul permata-permata dari generasi akademis saat ini, jangan berharap banyak orang jujur dan pekerja keras nanti karena saat ini saja kebiasaan-kebiasaan merusak dibenarkan. Dan secara tidak langsung para pembantu penelitian ini menurunkan standar kualitas pendidikan insan akademis pribumi yang akhirnya berbuah kemerosotan mental dimasyarakat.
Sebagai mahasiswa kita harusnya sudah siap dalam tugas akhir atau skripsi karena itu adalah bagian dari kita yang sudah memutuskan melanglangbuana di dunia perkuliahan. Bisa gak bisa, mau gak mau, ngerti ga ngerti, jalani saja Enjoy the procces.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H