Samosir. Layatlah Tobamu
yang ngering
terpenggal rahang kemarau.
Di Tanoponggol, air matamu berkerak
membekukan riwayat segunduk
pulau yang pernah
dikeruk dengan berkubik airmata. Berkubik
tetesan darah.
Pulo Samosir!
yang hampir. Dan yang nyaris.
Cuma sebentang jembatan kuning yang menangis. Serta kapal-kapal
yang menggelepar
dan terkapar menunggu kabar hujan
yang tak kunjung tetas di Pussu Buhit.
Samosir. Pulau yang nyaris bekas.
Yang hampir tinggal sebait dongeng!
Maafkan. Jika
berjuta hanya ngaku-ngaku pengagummu.
Yang cuma cuek saat menontonimu membatu.
Samosir, pulau yang nyaris hantu
oleh kemarau.
Pulau apa pulau? Wahai kemarau batu!
Mari menangis. Atau
Mari kura-kura dalam perahu.
Tanoponggol. Juli kerontang '16
(Binoto H Balian)