Lihat ke Halaman Asli

H.Sabir

Lakum Dinukum Waliyadin

Harmoko, Sang Penerus "Petunjuk" daripada Presiden Soeharto Berpulang dan Ingatan Saya tentang Orde Baru

Diperbarui: 5 Juli 2021   00:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Innalillahi wa Innailaihi Rodjiun..

Kabar duka yang tak kalah riuhnya dari berita corona hari ini memenuhi lini masa jagad Indonesia. salah seorang Putra bangsa bernama H.Harmoko wafat di RSPAD Gatot Subroto Jakarta.  H. Harmoko bagi kaum yang lahir di masa orde baru pastilah sangat familiar. 

Politikus yang lahir di Patianrowo, Nganjuk, Jawa Timur, 7 Februari 1939; umur 82 tahun  pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan Indonesia pada masa Orde Baru, dan Ketua MPR pada masa pemerintahan BJ Habibie. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia, dan kemudian menjadi Menteri Penerangan di bawah pemerintahan Soeharto.

Tidak terlalu detil saya mengingat akan sosok almarhum, setahuku dan bagi generasi  yang lahir di tahun 80 an hingga 90an sosok beliau adalah yang paling sering muncul di layar TVRI dan TV swasta kala itu untuk sekedar memberikan penerangan kepada masyarakat Indonesia akan situasi dan segala petunjuk yang datang dari penguasa Orde Baru Soeharto saat itu.  Pidato yang berapi-api dan terstruktur dan mudah dipahami mungkin yang membuat Soeharto mendapuk Harmoko menjadi Menteri Penerangan sesudah Ali Moertopo dari 1983 hingga tahun 1997.

Beliau kemudian ditunjuk menjadi  Ketua Umum Golkar dan dengan berbekal kedekatannya dengan Penguasa Orde Baru Harmoko pun ditunjuk menjadi Ketua MPR/DPR, yang dikemudian hari justru menjadi salah satu bomerang bagi penguasa Orde Baru dimana sebagai orang terdekatnya justru menjadi salah satu pemberi saran agar presiden Soeharto mengundurkan diri. 

Salah satu yang paling diingat masyarakat yang hidup di zaman orde baru adalah program Kelompencapir, beliau adalah salah seorang pencetus gerakan tersebut. Sebuah program yang menhubungkan antara pemerintah dan masyarakat tentang informasi pembangunan dan strategi-strategi pembangunan repelita.

Sayangnya sejarah juga mencatat bahwa kedekatan Harmoko dengan Soeharto tidak berahir dengan bagus, Soeharto merasa dihianati dan ditinggal sendirian oleh orang-orang terdekatnya termasuk Harmoko, begitu menurut rumor yang beredar di tengah masyarakat hingga saat ini.

Terlepas dari latar belakan sejarah yang  mengikuti jejak almarhum, bangsa ini jelas patut berbangga pernah memiliki seorang negarawan seperti Harmoko, tuntutan rakyat dan semakin tidak terkendalinya masa kala itu menuntut Soeharto membuat Harmoko akhirnya menjadi salah satu orang yang turut memberikan saran agar penguasa Orde Baru itu lengser.

"Dalam menanggapi situasi seperti tersebut di atas, Pimpinan Dewan, baik Ketua maupun Wakil-wakil Ketua, mengharapkan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri," kata Harmoko, dikutip dari arsip Harian Kompas yang terbit 19 Mei 1998.

Demikian bunyi pernyataan resmi Harmoko di Gedung Parlemen menghadapi situasi 98 yang sudah semakin genting dan tak terkendali dimana mahasiswa dan rakyat mulai menduduki gedung senayan dan meminta pergantian pemimpin yang kemudian dibantah oleh Jenderal Wiranto dan menyatakan statemen tersebut adalah pendapat pribadi dan bukan dari lembaga fraksi-fraksi.

Pada periode tahun 80-90an akan selalu menjadi momen penting bangsa ini untuk mendengarkan pidato dari Harmoko, Pidato paling penting setelah Soeharto mungkin. Mulai dari penetapan harga bahan pokok hingga penguasaan informasi yang beredar di masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline