Kali ini, saya ingin menyinggung sedikit tentang kesalahan pemerintah. Tak tahu diaktakan kesalahan atau keteledoran mereka. Bukan karena saya sok alim atau ingin dianggap sudah layak jadi pendakwah. Alasan saya sederhana saja, kesalahan ini harus diperhatikan agar tidak menjadi kemarahan masyarakat. saya pun tak tahu tulisan ini dapat meredam itu.
Untuk berita paling hangat yaitu kasus Ruyati Binti Satubi seorang ibuyang menjadi TKI asal kabupaten bekasi yang dihukum pancung di Makkah, Arab Saudi. Tentunya ia berniat untuk mencari nafkah namun derita yang kini ia dapatkan. Karena dituduh menjadi pembunuh majikannya ia harus menerima hukuman itu. Dan akhirnya Ruyati pun mengakui kesalahannya.
Sebenarnya nyawa ibu ini dapat diselamatkan jika pemerintah ingin berdiskusi menggelar diplomasi tingkat tinggi antar kepala Negara. Contohnya saja siti Zaeban perempuan asal Madura dengan kasus sama yang lolos dari eksekusi karena Presiden Gus Dur dengan gesit langsung menelpon Raha Fahd sehingga eksekusi ditunda.
Dalam analogi jika memang Presiden SBY ingin cepat menanggapi kasus Ruyati yang asalnya terancam dipenggal mati maka tidak aka ada tulisan ini atau tidak akan ada kasus yang membuat TKI lebih menderita. Apakah SBY tidak tahu informasi tentang rakyatnya yang sedang bekelana di sana ( Arab ) untuk menafkahi keluarganya ? atau terlambat menerima informasi atau karena ada urusan lain yang lebih penting. Penulis tak tahu bingung memilih alasan yang tepat.
Dikatakan dalam salah satu media cetak yaitu Republika bahwa pemerintah KBRI tidak tahu tepat kapan tanggal dieksekusinya Ruyati. Sehingga pemerintah khususya Kemenlu kecolongan jiwa rakyat diambil oleh Arab.Kasus yang sama bahwa pemerintah telah berusaha membebaskan Ruyati dan TKI lainnya yang terancam hukuman mati dan hasilnya 361 WNI yang sedang menjalani masa tahanan. Namun, bukan yang divonis mati termasuk RUyati.
Begitulah konsekuensi bagi pembunuh, penulis tak tahu apakah Ruyati termasuk pembunuh atau hanya dituduh saja. Jika benar pembunuh itulah balasan yang setimpal jika ia berada di Arab sana. Tetapi jika ia sedang berada di Indonesia maka hal itu tak akan didapatnya. Tetapi jika ia hanya dituduh maka ketidak adilan sedang meraja lela.
Penulis tak tahu apakah pemerintah Arab Saudi yang menjadi propokator untuk membunuh Ruyati demi mendapatkan suap dari keluarga yang dibunuh. Naudzubillah min dzalik. Karena penulis perhatikan bahwa banyak sekali TKI yang dieksekusi mati atau terbunuh oleh majikannya tetapi proses tersangka dalam pengadilan tidak jelas vonisnya.
Contohnya pada bulan April 2011 bahwa Aan Darwati TKI asal Lemahsugih Majalengka, Jawa Barat ditemukan meninggal dengan tubuh penuh luka dan lebam di toilet majikannya yang bernama Hamud Al Itaibi di Makkah. Kemudian kepolisian wilayah Al-Manshor telah menahannya aka tetapi sampai sekarang proses pengadilannya tidak jelas ( Republika ). Tidak jelas karena apa ?
Apakah mereka ( orang Arab ) masih memberlakukan perbudakan yang sudah terhapus pada masa ini. atau mereka sengaja menjadi tuan rumah yang seenaknya menganianya pembantu-pembantu yang dianggapnya bagai orang tak berharga.
Jika mengingat nama Ruyati maka kita akan ingat dengan nama Sumiyati yang dianiaya oleh majikannya dengan memotong bibir Sumiyati. Apakah nama yang diakhiri “ti” tidak sesuai dengan Negara Arab sana sehingga mereka dianiaya seenaknya saja. Tentunya bukan persoalan nama.
Dalam informasi terakhir dari Jawa Pos dijelaskan bahwa mayat Ruyati telah dimakamkan di samping kuburan istri Nabi Muhammad yaitu Siti Khadijah. begitu mulianya Ruyati. Karena dala pandangan orang Arab sana bahwa seseorang yang telah dieksekusi mati karena membunuh bagaikan seseorang yan suci karena sudah menerima siksa di dunia yaitu dipenggal mati. Seperti halnya Ruyati.
Tetapi sayangnya keluarga Ruyati tetap menginginkan mayat Ruyati untuk dikembalikan ke tanar air aslinya tepatya di Bekasi dengan alasan ingin memberikan bentuk terima kasih kepada bundanya yang telah berjuang keras mencari nafkah untuk keluarganya. Dalam hal lain dikatakan bahwa sebenarnya jika Ruyati tidak memaksakan dirinya untuk pergi ke Arab pada tahun 2008 lalu maka keluarganya pun berkeyakinan tidak akan terjadi peristiwa seperti ini. Tapi bagaimana lagi, itu sudah ketentuan Tuhan.
Tulisan ini adalah bentuk komparasi dari media cetak Republika dan Jawa POs tentang Ruyati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H