Lihat ke Halaman Asli

Catatan Kecil dari Negeri Formosa

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Awal keberangkatanku ke negeri tandus ini memang sudah aku niatkan dalam hati. Tujuan sebenarnya menghapus stigma, pemikiran dangkal orang kebanyakan kalau kuliah diluar negeri itu hanya milik orang berduit, kaya atau orang kota. Namun, sebenarnya pandangan itu salah. Semua orang berhak mencecap pendidikan tanpa memandang apapun status sosialnya, dimanapun domisilinya. Bukankah pendidikan ada untuk semua bangsa."

Aku terlahir dari keluarga sederhana. Bapakku guru, sedang Ibuku cuma seorang ibu rumah tangga. Dikampungku, sejauh yang kupantau para orangtua tidak begitu berhasrat menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Semasa SMA dulu, aku pernah tanya beberapa teman selepas SMA mau lanjut kemana. Jawab mereka bermacam-macam. Ada yang ingin kerja, menikah, melanjutkan usaha orangtua dan lain sebagainya. Aku sempat bertanya, apakah tidak ada rencana untuk lanjut?. “syukur aku bisa sekolah sampai SMA, daripada tidak sama sekali?” tambah teman yang lain.

Harus kuakui sebenarnya orang-orang dikampungmu memang tidak terlalu menuntut anak untuk sekolah tinggi-tinggi. Sepengamatanku para orangtua yang punya harta melimpah, tanah yang luas namun semua anaknya tak satupun yang sekolah. Ada pula para orangtua yang hidup dibawah garis kemiskinan masih sangat bersemangat mendukung anaknya sekolah tinggi-tinggi. Bahkan rela menjadi buruh kasar. Namun justru sebaliknya, adapula anak yang tahu diri dan menyusahkan orangtuanya. Bolos sekolah, tidak masuk kelas saat mata pelajaran berlangsung, nongkrong di kantin, atau ongkang kaki dikontrakan. Padahal orangtuanya pontang panting cara duit hanya memenuhi kehidupan dan sekolahnya. Rela menahan hujan, terik matahari diladang sendiri atau diladang orang. Atau bisa jadi si anak memang tak punya pikiran sama sekali.

Sejak kecil aku memang diajar untuk tahu bersikap dan tahu diri. Bapakku selalu bilang pada kami: “Au tikki gelleng sahat tu parguruan tinggi sitaon na haccit do au. Soadong sibaenon omakku lao parsikkolahon hami anakna. Dipaborhat natua-tua tu pangarantoan holan modal tangiang do. Huingot dope tikki pas sikkola iba tu kota Medan, haccit do parngoluanku. Manarik angkot asa boi lao parngoluan..,”ungkap bapakku.

Begitu pahitnya sebenarnya perjalanan hidup bapakku sedari kecil sampai pada menginjakkan kaki di perguruan tinggi. Dia harus berjibaku melawan kerasnya hidup di kota. Hampir semua pekerjaan pernah dilakukannya. Dari supir angkut, buruh kasar dan lainnya. Aku kagum dengan kegigihannya. Dia sosok yang penyabar, baik hati dan ulet.

Melalui pendidikan inilah sebenarnya seperti yang dipesankan bapakku, bahwa harta, uang, tanah, dan rumah takkan bisa membeli ilmu.  Jangan pikirkan uang cukup pikirkan sekolahmu. Sekolah yang tinggi-tinggi. Biarkan aku sama mamak yang memikirkan kebutuhan kalian. Aku sadar, sesungguhnya kami tak punya apa-apa. Untuk memenuhi kebutuhan dan sekolah kami hanya berharap dari gaji bapakku yang seorang guru. Boleh dikata berapalah gaji guru untuk zaman sekarang ini. Tidaklah cukup untuk kami bertiga. Aku pernah merenung, tamat SMA saja sudah syukur apalagi kuliah diperguruan tinggi. Namun, bapakku bilang “tak usah pikirkan yang lain, pikirkan sekolah saja”.

Omakku, aku selalu bangga punya Ibu hebat seperti dia. Meski omak tak pernah mencecap bangku perkuliahan. Dia hanya seorang ibu rumah tangga dan cuma tamatan SMA. Meski begitu, sebenarnya ilmu yang paling banyak kutemukan adalah dari dirinya. Dia wanita yang rela meneteskan darahnya demi kelahiranku. Mengajarkanku tentang keluhuran, kebaikan, kerendahan hati. Semua ada pada dirinya. Omakk… tak pernah sedikitpun aku tidak memikirkannya. Aku selalu teringat ucapan Khalil Gibran tentang sosok Ibu yg begitu dia kagumi. Demikian katanya:"Kata yang paling indah dibibir umat manusia adalah kata 'Ibu', dan panggilan paling indah adalah 'Ibuku'. Ini adalah kata penuh harapan dan cinta, kata manis dan baik yang keluar dari kedalaman hati."Aku sangat sepakat dengan ucapan penyair legenda ini.

Maka kado yang diberikan Tuhan padaku dipenghujung tahun 2014 adalah kado yang paling indah dalam hidupku. Lulus tepat waktu meraih gelar Sarjana Pendidikan, dengan IPK Cum Laude. Lulus Full Scholarship in the National Dong Hwa University, Taiwan. Department Curriculum Design and Human Development. Ini berkat usaha dan semangat menyalak-nyalak. Dan tangan pengasihan Tuhan.

Sampai hari ini, seminggu lebih aku terdampar di negeri Formosa. Mengabdikan diriku sepenuhnya untuk menjadi “budak” ilmu. Disini, jauh dari keluarga, aku diajarkan untuk lebih dewasa menyikapi sesuatu hal, memiliki pola pikir, cara pandang yang matang, mampu memecahkan masalah dan menemukan solusinya, hidup mandiri, memiliki banyak teman dari berbagai Negara, mengenal karakter manusia dari berbagai belahan dunia. Berbaur dengan orang-orang yang punya status sosial yang berbeda-beda.

Di kota kecil bernama Hualien, Shoufeng Township aku mendapat banyak pelajaran, kesan dan teman. Kesan pertama: Tentu saja cuaca sekarang dingin. Berhubung musim dingin berakhir bulan maret. Orang-orang Taiwan ramah dan bersahabat. Mahasiswa Taiwan punya semangat belajar yang tinggi. Ruang-ruang publik sangat banyak. Tata ruang kota yang tertata rapi dan nyaman. Keributan, kebisingan hampir tak terdengar. Saya kira Taiwan adalah tempat yang pas untuk destinasi belajar dan studi lanjut.

Bagiku ini adalah kesempatan emas yang tak boleh disia-siakan. Banyak orang yang menaruh harapan padaku, terlebih kedua orangtuaku. Aku berada disini karena mereka. Aku disini karena harapan mereka yang sangat besar padaku. Selepas dari kampus indah ini aku bisa mengabdikan ilmuku untuk bangsa dan Negara.

Untuk siapapun itu, jangan takut untuk bermimpi. Semua orang berhak punya mimpi. Meski ada orang yang tak menaruh simpati pada mimpimu, meski mereka tak percaya kau tak bisa meraihnya, meski mereka tertawa mendengar mimpimu itu. Cukup tutup telingamu untuk orang yang menyepelekanmu, mencemoohmu, membuat semangatmu padam. Suatu saat nanti mereka akan terdiam seraya mulut menganga lebar bahwa kau telah berhasil merengkuh mimpimu itu. Jalan untuk merengkuh mimpi itu bukan hanya sampai ke Roma tapi sampai ke pelosok dunia. Jika kita punya mimpi jadikan mimpi itu kenyataan. Lakukan meski jalanmu terjal beriku-liku.

Mahatma Gandhi, manusia terbaik sejagat yang pernah ada dimuka bumi ini, pernah berkata“Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil. Berusaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki”. Keberhasilan tidak dilihat dari seberapa banyak hasil yang ia peroleh, namun seberapa gigih usaha dan perjuangannya untuk memperoleh hasil itu. Harus diingat: Sesuatu yang didapat dengan mudah akan mudah juga hilang. Sesuatu yang didapat dengan sulit akan sangat bernilai keberadaannya. Tetap berusaha walaupun rintangan didepan menghadang. Seberapa beratpun itu harus tetap kau hadapi. Kesuksesan tidak ada yang datang tiba-tiba. Kesuksesan dibangun dari air mata, darah dan pengorbanan yang berdarah-darah.

Mendapat Beasiswa Kuncinya Banyak Baca

Harus kuakui kita memang masih kalah dengan orang Taiwan kebanyakan. Untuk satu hal itu kita masih kalah dengan mereka. MEMBACA. Lihatlah peradaban bangsa dilihat dari budaya baca dan tulisnya. TS Eliot tidak sembarang mengucapkan sepotong kalimat itu. Dan sepotong kalimat itu memang benar adanya.

Begini, semasa aku masih kuliah di Medan. Aku punya pengalaman yang terbilang unik. Aku pernah survey kecil-kecilan untuk beberapa teman, adik kelas dan menanyai mereka tentang budaya baca. Kebetulan aku sedang ada proyek membuat sebuah karya tulis kemudian menyebar kuisioner dan mewawancari mereka satu persatu. Katakanlah, dari sepuluh mahasiswa yang kuwawancarai cuma satu orang saja yang pernah membaca buku. Sebenarnya aku tidak kaget akan hal itu. Itu sudah menjadi rahasia umum. Karena memang kutahu mahasiswa memang malas atau bahkan enggan membaca buku. Jangankan membaca buku, membaca rambu-rambu lalulintas sajapun ogah.

Ada macam jawaban yang kudapat. Tidak suka membaca buku membikin kepala pening. Sekedar baca saja namun tidak tahu makna yang terkandung dalam buku. Cuma dipegang saja untuk gaya-gayaan. Bagaimana dengan orang Taiwan yang kutemui? Hampir separuh orang yang kutemui disini punya kegemaran membaca buku, mahasiswa disini senang diskusi, punya semangat belajar yang tinggi. Apakah cukup hanya buku? Tidak!. Mereka gemar membaca jurnal, paper, berebut masuk perpus dan searching berita diinternet.

Maka tak salah sebenarnya, kalau mahasiswa kita masih kalah dengan mahasiswanya orang Taiwan. Dan lagi, Orang Taiwan “gila” ilmu, selalu ingin tahu. Professor disini masih sangat muda, enerjik, cerdas dan punya semangat belajar yang tinggi. Hampir semua dosen disini sudah bergelar Prof atau paling tidak Associate Prof. Jarang sekali kutemui yang punya gelar Master.

Apakah kita terlambat mengejar Taiwan.? Belum terlambat!!. Kita cuma dituntut membaca, membaca dan membaca. Jangan cuma menunggu informasi datang. Jangan hanya menunggu bola datang. Sesekali atau berkali-kali kita harus jemput bola agar tahu bagaimana rasanya merengkuh impian.

Tidak jamannya lagi mahasiswa yang tahunya cuma 3D+1P: Datang, Duduk, Diam, Pulang. Atau sekedar kombur “mamak-mamak” dibawah pohon rindang, kantin, mall dan sejenisnya. Jamannya sekarang belajar, baca literatur, baca jurnal, baca paper, diskusi. Itulah esensi mahasiswa yang seutuhnya.

Apakah sebenarnya yang ingin hendak kusampaikan? Jika ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi, banyaklah bertanya pada orang yang pernah berhasil untuk itu, banyak membaca informasi dan berdiskusi. Ada bejibun beasiswa bertebaran diinternet. Kita cukup buka, simak, pelajari dan kejar. Kita tak punya cukup waktu menunggu orang lain datang dan membantu kita mencarikan beasiswa. Itu tak jamannya lagi, kawan. Tabik!

Room A 317, Maret 2015

*kutorehkan dikala mentari lebih memilih enggan keluar dari peraduannya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline