Dra Betti Risnalenni M.M., Kepala sekolah TK insan Kamil, pemilik lembaga KB-TK dan SD, semalam menceritakan pengalamannya dalam mendirikan sekolah.
Menjadi seorang guru adalah cita-citanya. Beliau menginginkan agar semua anak memeroleh hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan yang baik. Inspirasinya timbul sewaktu beliau mengajar di Al Izhar Pondok Labu tahun 1992, saat beliau sempat mengajar Mas Mentri kita yang sekarang di kelas 4 SD.
Yang masuk di sekolah ini rata-rata anak orang kaya, tetapi ada anak panti asuhan milik Bu Dani Bustanil Arifin.
Namun, perjalanan beliau untuk mendirikan sekolah itu tidak mudah. Ada saja rintangan dan hambatan yang ditemui. Beliau merintis usahanya dengan mendirikan lembaga kursus aritmatika tahun 1996, yang kemudian mengembangkan sayapnya membuka 24 cabang di Kota Bekasi.
Beliau sempat ragu sewaktu mau mendirikan sekolah karena memang tidak memiliki modal yang cukup, hanya berbekal modal nekat dan dukungan seorang teman.
Modal awalnya dimulai dengan kerjasama ( frienchise ) dan mengeluarkan dana sepuluh juta tahun 1996 untuk sebuah lembaga. Pada saat itu, tahun 1996, uang sepuluh juta terasa mahal baginya.
Pada tahun 1998 beliau membuat buku sendiri dan saya membuka cabang tidak membayar, hanya ikatan kerjasama dengan membeli buku beliau saja. Waktu itu beliau menjual bukunya dengan harga yang terjangkau, hanya Rp 10.000 per buku karena memang tipis, berupa buku LK. Namun, satu pusat kursus bisa membeli banyak buku. Apalagi waktu itu beliau bekerjasama dengan sekolah. Jadi banyak buku yang terjual.
Saat membuka kursus itu beliau harus membayar ke lembaga besarnya, namanya YAI. Uang sepuluh juta yang dikeluarkannya itu digunakan untuk latihan tingkat satu dan perlu membayar lagi uang latihannya. Hal demikianlah yang membuat beliau berani dan selalu mau menambah ilmu.
Enam bulan setelah kursus dibuka, muridnya hanya berjumlah 3 orang. Memprihatinkan karena modal awal sudah habis untuk membayar FC yang mahal dan menyediakan ruangan ber-AC untuk murid.
Akan tetapi, karena itulah beliau belajar menjadi sales dan membuat brosur, harus pandai melihat peluang. Di mana ada kegiatan, di situ beliau membagi-bagikan brosur dari sekolah ke sekolah untuk mempresentasikan keunggulan aritmatika.
Dibawanya serta anak yang sudah berhasil, yang sudah bisa menghitung dengan bayangan, sudah tidak memakai sempoa. Kalau di sekolah ada acara penerimaan rapor beliau meminta tempat ke kepala sekolah untuk presentasi. Hal itu berlangsung sampai tahun 1998. Pada tahun itu juga beliau mulai membuat buku sendiri dengan harga yang lebih murah , dan meminta kerjasama yang tidak menggunakan sistem friendchice, hanya perlu membeli buku saja. Akhirnya, beliau berhasil membuka 24 cabang.