Lihat ke Halaman Asli

Rosiana Febriyanti

Ibu rumah tangga dan guru

Komentar oh Komentar

Diperbarui: 22 Agustus 2015   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berkali-kali kucoba menulis lagi di Kompasiana, tapi baru sekarang bisa masuk. Mungkin terkendala sinyal. Laptop yang sering mati sendiri dan aku harus mengetik tanpa batere (karena batere telanjur bocor), serta dihinggapi puluhan virus (meskipun baru saja diinstal ulang), tetapi kerinduan untuk tetap menulis begitu kuat. Yeah, aku menulis lagi! (senangnyaaa)

Ada yang menggelitik saat kubaca perdebatan di status facebook, lagi-lagi cuma karena salah paham. Mengapa sebuah komentar bisa membuat murka? Mungkin karena orang tersebut tidak jelas mengungkapkan pernyataan atau sebuah pertanyaan sehingga tanggapan orang lain yang membacanya berbeda-beda. Ujung-ujungnya semua minta maaf setelah ada yang beritikad baik menengahi perdebatan itu. 

Nasib baik jika perdebatan itu diakhiri dengan bermaaf-maafan, tapi jika sampai beratus-ratus komentar dari orang lain yang sebenarnya tidak paham masalahnya, terlebih lagi jika sampai mereka kopdaran di luar dan melanjutkannya dengan berkelahi secara fisik, nau'zubillahi min zalik, jangan sampai deh.

Hikmahnya adalah sebaiknya kita menahan diri untuk mengomentari apa-apa yang kita tidak pernah mengalaminya. Sekarang coba pikirkan, kalau kamu jadi dia, kamu mengalami masalah itu, dan kamu kerepotan dengan masalahnya. Lalu kamu mendapat komentar negatif dari orang lain dan saat itu suasana hatimu sedang tidak nyaman, pikiran ruwet, dan mendapat omelan dari orang terdekat yang menurutmu seharusnya paling mengerti kamu. Tentu reaksi alamiah kamu adalah jengkel dan marah, kecuali kamu orang yang sabar ya. :)

Jika suasana hati kamu sedang stabil, dikomentari negatif begitu paling-paling kamu bisa menjawab, "Iya, aku coba instropeksi diri deh." Nah, kalau sudah begitu ternyata, masih menyisakan rasa sesal di hati, mengapa sampai terlontar kata-kata negatif dari bibir kamu. Ingat, pikiran negatif biasanya mendorong seseorang untuk melontarkan kata-kata negatif pula. Biasanya anak kecil sangat peka jika didekati orang yang memendam kemarahan. Pasti anak itu menangis. Ya, mungkin ia bisa merasakan aura negatif dari kemarahan. Itu menurut pengalamanku bersama anak-anak. Yah, aku sedang berusaha menahan diri. Bukan berarti aku menulis ini aku sudah bisa bersabar yaa, jujur aku masih jauh dari itu. Yuk, kita belajar menahan diri dari menulis hal-hal negatif.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline