Lihat ke Halaman Asli

Bunda, Tunggu Aku Disana...

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ingin segera ku hapus dalam memori otakku, secepatnya bila ku bisa. Tapi ku rasa aku tak kan mampu, sampai kapanpun, ku jamin aku tak kan mammpu.

Petang itu, dunia ini serasa runtuh di depan mataku. Hancur dan serasa tubuhku lunglai tak berdaya. Ingin segera ku akhiri secepatnya, tapi tuhan masih ingin aku tuk tetap hidup di dunia fana’nya.

Tuhannnn..... bila boleh aku meminta, aku ingin ikut dengannya?????

Aku ingin selalu bersamanya?????

Aku ingin selalu didekap, dicium, dibelainya????

Tuhannnnn......

Ku inginkannya kembali...

Pagi itu, sedang asyiknya aku bersama teman-temanku di ujung lorong sekolah, namaku terpanggil untuk kesekian kalinya. Hal yang sangat lumrah bagiku ketika namaku mulai menggema disetiap lorong sekolah.

“JAZILATUR ROHMAH secepatnya ke kantor kepala sekolah”

Ku terheran dan termenung sekian menit untuk berfikir, benarkah yang memanggilku kepala sekolah bukan BP????? Owwwww..... nyawaku diujung tanduk. Damn

Tak seperti biasanya, kali ini, baru kurasakan ketika namaku dipanggil dan mulai bergetar hatiku karena takut untuk menghadapnya. Semua pertanyaan telah beradu di dalam otakku.

“Apa salahku hingga harus kepala sekolah yang memanggilku???”

Semakin kencang dadaku berdebar dan serasa berhenti untuk sesaat karena ku dapati yang ada diruang kepsek adalah pamanku.

“ada apa paman hingga paman ada disini, uangku masih ada? Baru aja dikirim bunda????”

Beribu pikiran negatif dalam otakku, hingga pamanku membuyarka n lamunanku yang penuh tanda tanya.

“ gak apa2, sekarang ayo pulang mbak, ada acara keluarga dirumah”

Terlihat banyak misteri dan kebohongan dalam wajah paman, tapi aku tak mau bertanya apa2 pada paman, cukup diam paman pasti tau yang aku inginkan. Segera ku ambil tas ku yang ada di dalam kelas. Secepatnaya ku pamit kepada teman-temanku bahwa aku akan pulang. Tak tau kapan aku balik untuk berkumpul dengan mereka. Nafasku mulai sesak ketika salah satu sahabatku merangkul tubuhku diikuti isak tangis yang melukaiku.

“ yang sabar ya el, semuanya akan baik-baik saja.”

Terpapar jelas di wajah mereka kalau mereka tau apa yang sedang ku alami sekarang. Tapi mengapa aku tak tau apa masalahku sekarang?. Bergegas aku pergi dan masuk ke mobil untuk segera pulang ke pondok untuk izin pulang. Setiba di sana, ku dapti dari qodamumi, bahwa umi(bunyai)dan abah(pak yai ku) sedang tindaan ke luar kota. Segera ku bergegas menuju paman kalau aku gak akan bisa pulang hari ini.

“ ayo pulang mbak, mbak udah dapat izin dari gus Ma’mun ( putra bu nyai ).”

Semakin banyak pertanyaan dan misteri yang ku dapat. Aku hanya bisa diam, tak berkomentar apa-apa dan bergegas mengambil barang yang ku butuhkan untuk beberapa hari dirumah.

2 jam perjalan

3 jam

Hingga 4 jam perjalanan hanya kebisuan yang ku dapat dalam mobil. Hingga ku bisa mulai melihat gerbang rumahku terbuka. Tapi, kenapa ada beberapa kursidan tenda hijau di depan rumahku? Ada apa sebenarnya. Begegas ku keluar mobil, kubanting pintu mobil dengan kerasnya. Kulangkahkan kaki dengan lunglai ke dalam rumah, hingga ku dapati seisi rumah menatap ku denagn mata berlinang air mata. Tak ku hiraukan mereka, mereka bergantian memelukku sambil menangis.

“ mana ayah dan bunda? Ada apa ini sebenarnya?”

Mungkin ayah mendengar teriakanku dari dalam kamar hingga ayah bergegas keluar dan memelukku dengan erat.

“bunda dimana ayah? Apa bunda baik-baik saja yah? Dimana bunda? Kenapa bunda tak menyambut kedatangannku?”

Berbagai macam pertanyaan terlontar dari bibirku, tapi apa yang ku dapat? Tangisan semakin menggema di semua lorong rumahku.

“ mbak, maaf, bunda gak bisa menyambut kepulangan mbak. Mbak mau ketemu bunda? Kalo mbak mau, jangan pernah meneteskan air mata ya mbak didepan bunda?” ucap ayahku.

Perlahan ku masuk ke kamar bunda, tak bisa kutahan lagi air mata ini, maaf yah, mbak mengingkari janji. Kudapati bunda tak bedaya didalam kamar dengan semua peralatan rumah sakit menempel hingga menutupi tubuhnya. Bergegas ku keluar, diikuti ayah dari belakang.

“ bunda kenapa yah? Bunda sakit apa lagi?”

“maafkan ayah mbak yang gak bisa menjaga bunda dengan baik, kanker bunda kembali.”

Semakin tak berdaya tubuhku, hingga kudapati hanya ruangan kosong dalam otakku. Segera ku keluar dari pikiran kosongku, ku bergegas ke kamar bunda, ku ingin segera memeluk dan mencium tangannya. Tapi apa yang ku dapat semakin terpapar jelas apa yang terjadi, jelas di depan mataku.

“ siapa itu yang datang?” ucap ibuku

“ mbak el pulang bunda, bunda giman kabarnya?

“ mbak el siapa ya???

Sebuah ucapan serta tamparan hebat bagiku dari bundaku. Benarkah bunda tak mengenal ku? Sekarang, aku ini siapa bagi bundaku?????Semakin tak tertahankan air mataku, segera ku menghampiri bunda dan bersimpu dikakinya.

“ bunda, ini mbak el bunda? Mbak el pulang kangen bunda? Bunda gimana kabarnya?”

Sejenak terlihat dari wajah bundaku yang mencoba mengingat siapa yang sedang bersipu di kakinya.

“ owwww.... mbak el ya? Mbak el kapan pulang? Kenapa pulang? Lagi liburan ya? Kenapa libur?”

Banyak pertanyaan keluar dari bibir pucat bunda, tapi aku tak berdaya untuk menjawabnya. Cukup bunda? Jangan bicara terus?. Kulihat bunda mulai membelai rambutku dan menangis

“ maaf mbak el, tadi bunda sempat lupa sama mbak el?????”

Semakin terlihat jelas masalah apa yang sedang ku hadapi sekarang.

Tuhannnnnn........ izinkan aku untuk mengganti posisi bunda sekaranggggg?????

Hatiku penuh amarah, amarah dan amarah. Tuhan, belum cukupkah engkau menyiksa bundaku selama 3 tahun ini dengan kankermu????belum cukupkah tuhannnnnnnnn??????????????

Amarahku mulai memuncak hingga batas puncak tertinggi, tapi apa yang harus ku perbuat? Aku hanya insan dari seonggok daging hina yang bernyawa. Apa kuasaku, aku hanya bisa mengeluh, marah, kesal, benci. Aku hanya bisa itu, cukup itu. Ku pikir aku hanya akan pulang untuk beberapa waktu, ternyata ku salah, beberapa minggu hingga 1 bulan kulalui dirumah untuk merawat dan menjaga bunda, hingga akuterjaga setiap malam karena aku takut, aku takut hal terburuk akan ku alami.

1 bulan......

2 bulan berjalan.........

3 bulan berjalan aku hanya dirumah dan tak memikirkan kelanjutan studiku di Kediri. Terbesit dalam benakku untuk pulang kerumah selamanyan dan tidak kembali ke pondok, hingga ku beranikan berbicara kepada ayah apa yang aku inginkan. Dalam sekejap aku meninggalkan Kediri dan pulang kerumah. Mutasi jalan terbaik untuk studiku saat ini. Jalan paling mudah tapi paling sulit tuk kuterima. Tapi kurelakan bila selalu tergantikan dengan cantiknya senyuman bunda setiap saat untukku. Kebahagiaan terpancar jelas dari wajah bunda. Senyum selalu merekah dari bibir pucatnya. Tak pernah keluar dari bibirku kata lelah meskipun aku tak pernah menutup mata untuk tidur. Aku mulai masuk sekolah baruku. Sedikit canggung , tapi aku harus bisa beradaptasi dengan cepat. 2 minggu lagi akan diadakan UAS I, sedangkan aku????? Aku gak pernah sekolah, harus ku jawab apa soal-soalku nanti??? Semakin pesimis aku untuk lanjut sekolah. Tapi bunda selalau memberiku semangat, semangat, semangat. Sampai saatnyatiba, bunda tak sadarkan diri, tubuh bunda tak bisa menerima masukan apa-apa, mulai makan, minum hingga infus pun, tubuh bunda menolak. Hingga semua keluarga telah pasrah akan keadaan bunda. Aku hanya bisa melihat bunda diam tanpa kata, hanya bisa menciumi bunda yang tak bersuara, hingga bunda sadarkan diri. Tapi apa yang kudapat, keadaan bunda semakin memburuk, bunda sudah tak bisa menerima makanan dan minuman lagi, semuanya bunda keluarkan. Kenyataan terburuk yangpaling buruk lagi ketika dokter memberitahu bahwa semua organ dalam ibu telah digrogoti kanker dan lambung bunda pecah.

“ TUHANNNNN, apa maumu? Jikalau ENGKAU menginginkan bundaku, ambillah segera, sudah cukup TUHAANNNN?????....”

Semakin aku tak bisa menerima kenyataan hingga aku menyalahkan TUHAN. Aku sudah tak melihat bundaku, dia bukan bundaku, ia bukan bundaku. Keadaan bunda semakin membuatku menggila. Bunda tak sadarkan lagi. Menunggu beberapa jam, bunda kembalisadar, tapi bunda mulai aneh. Bunda memanggil semua keluargaku, bunda mulai meminta maaf, menitipkan aku dan adekku kepada paman dan tante-tanteku. Perkataan bunda mulai tak terkontrol. Kesekian kalinya lagi, bunda tak sadarkan diri. Dan itu adalah kesadaran terakhir bunda. Tangga 24 November 2012 pukul 17.35 waktu bersamaan dengan adzan maghrib dikumandangkan bunda berpulang tepat berada dipangkuanku setelah aku meminta maaf dan mengikhlaskan bunda untuk pergi. Selalu ku sebut ALLAH ALLAH di telinga bunda, hingga bunda menutup matanya untuk selamanya. Bunda sempat meminta maaf kepadaku karena bunda merasa telah melahirkanku tidak dalam keaadaan fisik yang sempurna.

Bunda.....

Maaf bunda

Makasih untuk semuanya bunda

Maaf, mbak el tak bisa menjadi apa yang bunda inginkan

Maaf bunda

Maaf bunda

Jangan marah bunda karena mbak el sempat marah dengan TUHAN

Maaf bunda

Mbak el kan jaga adek dan ayah buat bunda

Bunda baek-baek disana bunda

Mbak Cuma bisa ngirim hadiah fatihah tiap saat buat bunda

Bunda, cariin mbak el, adek dan ayah disana tempat yang dekat bunda

Bunda, mbak el kngennnnn

Tunggu mbak disana ya bunda

MBAK EL SAYANG BUNDA.......




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline