mega di kening paris
Semi mengantarkan aku kesini
tempat yang di musim apapun tetap gerah
dimana kau kubur semi hasrat hati ku
dan melumpuhkan syaraf-syaraf kebahagiaan ku
hah ntah kenapa aku kembali di lautan tangis ini
ku pelototi mentari
hingga ia tunggang langgang melihat lebar mata ku
semakin mengundang risau gulana
bahkan mentari pun enggan melihat ku
menatap nanang ke istana roro kidul
menyaksikan badai berembus dari rumahnya
riak ombak lari-lari kedaratan
menjilati pantai juga raga ku yang tergeletak kaku diatasnya
aku amnesia untuk semua sejarah puluhan tahun silam
tapi tidak atas perlakuan mu pada ku
ketika aku mematung dengan mata nanar dan mulut menganga
ketika lidah mu menjelma pedang yang menyayati hati ku
aku bak semut mati karena gula
setelah kau peluk sebelum kau bunuh aku
suara mu yang dulu membuat ku terbang ke kayng
kini suara itu juga yang menggali liang bagi ku
bagaimana bisa aku melupakanmu
dengan semua luka yang bergelayutan ditubuhku
karena kau yang membuatnya
kau,,
kutemui semua yang kau inginkan
pergi untuk sebuah kedamaian untuk mu
lafaz rela meski tak rela
kebahagiaan mu utama bagiku
tapi pernahkah sejenak kau ingat aku
sang pembenci bagi cinta
karena wajah mu tak lekang tiap aku lafazkan tentang cinta
sementara aku membenci bayamu
aku benci bayang mu
aku benci cinta
guntur menjerit-jerit dari langit
disauti teriakan ombak yang ombang-ambing dalam wadahnya
mega berkemelut jadi satu
melindungi kayangan dan raja siang
yang dilangit dan dibumi tak kuasa memandangku
energi tangis menyeru untuk mega datang
duniapun menggalau melihat ku
aku melihat mega berlinang di langit paris
hampir menangis
dikenang kota mati