Lihat ke Halaman Asli

RA Kartini Vs R Dewi Sartika

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1335150223534207716

Raden Adjeng Kartini,lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 – meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun.beliau meninggal beberapa hari setelah melahirkan anak. Ia dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.ini berarti beliau sejaman dengan ibunda Raden Dewi Sartika yang lahir di Bandung, 4 Desember 1884 dan meninggal di Tasikmalaya, 11 September 1947 pada umur 62 tahun, kelahiran beliau berdua selisih 5 tahun saja. Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon , mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang artinya “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”. Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada 1911. Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang. 8 tahun kemudian sepeninggal Raden Adjeng Kartini, untuk meneruskan cita-cita beliau didirikanlah Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer. Sejak 1902, Raden Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Pada 16 Januari 1904, Raden Dewi Sartika membuka Sakola Istri yang pertama se-Hindia-Belanda.Memasuki usia ke-sepuluh, tahun 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri .Bulan September 1929, Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, yang kemudian berganti nama menjadi “Sakola Raden Déwi”. Atas jasanya dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda. kedua wanita ini hidup sejaman meskipun dari latar belakang keluarga dan budaya berbeda , namun pemikiran Raden Adjeng Kartini dan perjuangan Raden Dewi Sartika adalah sesuai dengan pandangan islam ,bahwa wanita adalah memiliki hak dan kewajiban yang sama ,Umar bin Khathab pernah berkata, "Pada masa jahiliyah, wanita itu tak ada harganya bagi kami. Sampai akhirnya Islam datang dan menyatakan bahwa wanita itu sederajat dengan laki-laki." didalam agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an maupun al-Hadits terdapat sejumlah pernyataan tentang kaum wanita yang sejajar dengan kaum pria, memperoleh hak-hak yang sama untuk terlibat dalam perjuangan sosial, budaya, politik, pendidikan, dan bidang lainnya yang positif. QS Al-Ahzab 53, QS An Nahl 97, Al Hujurat 13, dan lain-lain. wanita dan pria , memang beda secara kodrati. namun perbedaan itu, digunakan utk saling melengkapi dan saling mengisi. sehingga kekurangan yg ada pada diri masing masing bisa saling tertutupi oleh kelebihan yg lain.keperkasaan pria akan menjadi sempurna bila berpadu dengan kelembutan wanita ,bagaimana mungkin sebuah. GOL Indah tercipta bila semua pemain sebagai penyerang tentu harus ada penjaga gawang untuk menahan serangan lawan. mari saling mendukung dalam berkarya !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline