Lihat ke Halaman Asli

Di Kampung Ini Ada Juga Pemerkosaan Anak

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

(Kompetisi Menulis Stop Kekerasan dan Eksploitasi Seksual Anak Indonesia)

Saat saya tahu kasus itu, pencerita menyebutnya “pencabulan anak” dan beberapa hari kemudian istrinya menceritakan pemerkosaan itu. Si anak yang bernama Jesi masih SD, dan merupakan anak yang manis tetapi tiga pria bermoral buruk telah mempermainkannya semena-mena. Dari kisah yang diceritakan, dua diantara pemerkosa itu sudah ditahan di Rumah Tahanan dan seorang lagi berhasil kabur. Yang paling miris adalah diantara pemerkosa itu ada yang semarga dengan Jesi, terlepas si Jesi keturunan asli marga itu atau tidak, si Jesi sudah diangkat menjadi anak marga yang sama dengan si pemerkosa.

“Ada juga ya di kampong ini yang moralnya seperti itu?” tanya saya kepada teman bercerita yang lain.
“Begitulah kalau sudah pengaruh dari kota, mereka (para pemerkosa itu) adalah pria-pria dari kota”

Apakah benar pengaruh dari kota? Apakah kota penuh dosa dan desa atau kampong suci-suci? Selain pengaruh dari kota, kabarnya para pria pemerkosa juga terkena pengaruh ganja, ohhh jadi di kampong ini ada pemerkosa juga pemakai ganja.

Melihat fakta pemerkosaan ini, nyata benarlah bahwa jangan sembarang dekat dengan pria-pria abal-abal tak bermoral. Siapa yang bisa menjamin pria-pria di sekitar kita terutama sekitar anak-anak adalah pria yang tidak akan memperkosa? Saya pun teringat pernyataan seorang pria yang mengaku PNS bahwa justru di kampong-kampung sudah banyak wanita tak perawan. Dan jika wanita banyak yang tak perawan berarti prianya juga banyak tak perjaka dong, iya kan? Saat itu saya tidak menanggapi panjang lebar, mengingat di kampung banyak juga sekarang perempuan genit, bukan sekedar dilihat dari ABG berpakaian tak kalah dari model fashion, tetapi juga induk-induk alias ibu-ibu yang menilai penampilan wanita lain dari pakaian, kekayaan tampak luar dll. Singkatnya mereka berani menjudge seperti si Ratu menikah dengan pria miskin padahal yang bercerita tak kalah miskin jika dituruti apa itu miskin. Sesama wanita miskin jangan saling menghakimi dong hehe.

Saya cukup sering teringat bagaimana nasib si Jesi, pertanyaan saya waktu mendengar kasus itu adalah apa si Jesi masih lanjut sekolah? Jawabannya adalah iya, dan saya lihat si Jesi juga masih bergaul normal dengan teman-teman SD-nya. Semangat ya Jesi, ingatlah Oprah Winfrey yang sukses luar biasa meskipun masa lalunya pernah mengalami pelecehan/ pemerkosaan.

Untuk para pria dan wanita yang sudah menjadi orang tua, mohon diperhatikan anak-anak kita. Saya hingga saat menulis ini masih tidak mau punya anak, jadi saya merasa anak-anak kecil itu adalah anak-anak yang juga wajib turut serta saya jaga. Saya tidak bisa menghargai Bapak Ibu yang buat anak terus dibiarkan begitu saja, jika tumbuh sehat, cerdas akademi dan bisa berjuang sendiri ya bagus, jika tidak ya tidak apa-apa juga (ada yang seperti itu kan?). Atau ada yang mengekang anak perempuannya supaya aman? Anak khususnya anak perempuan tidak harus dikekang bagai kuda diikat terus, tetapi ia dibiarkan juga bergerak dan menjelajahi alam ini dengan ditemani orang tuanya. Dengan demikian orang tua telah turut serta membimbing anaknya, menjadi berprestasi ala Menteri Susi pun tidak apa-apa karena orang tua telah melaksanakan tugas dan kewajibannya. (Ibu Menteri Susi kan pernah ngga cakapan dengan Bapaknya gara-gara memutuskan untuk berhenti sekolah tetapi Ibu Susi pun membuktikan dia juga berprestasi di bidang yang dipilihnya)

Mari kita semua turut menjaga anak-anak kecil terutama anak-anak perempuan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline