Lihat ke Halaman Asli

Ria Jumriati

Menulis ada jiwa, maka menulislah agar bisa memiliki banyak jiwa

Mengenal Gejala Princess Syndrome

Diperbarui: 8 Desember 2016   13:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir akhir ini banyak orang membicarakan mengenai gejala "Princess Syndrome". Ada yang mengatakan itu merupakan gangguan psikologis, banyak juga yang berpendapat sekedar gejala narsistik. Apapun itu, yang namanya syndrome pastinya bukan sesuatu yang normal dan tidak mungkin bisa di amini banyak orang.

Kesimpulan umum gejala "Princess Syndrome" biasanya di derita seorang cewek yang selalu ingin menjadi pusat perhatian, keras kepala, merasa paling cantik sejagat dunia dan umumnya, cewek dengan gejala syndrome ini, sangat pandai menjual sex appealnya, menyikut sana sini dengan gravitasi gemulai hingga tak terasa sebuah hentakan malah mungkin belaian. 

Gejala Princess Syndrome bisa di alami dimana saja dan dari kalangan usia berapapun. Tapi saya lebih suka membahas yang terjadi di keseharian saya. Sebagai pekerja 9-5 seiring bertambahnya usia, apalagi nilai jual yang kita punya selain kerja keras, kejujuran dan dedikasi yang tinggi agar terlihat dan ternilai masih sangat di butuhkan. Tapi apa jadinya, ketika dedikiasi setinggi Trump Palace yang bersusah payah kita bangun dari pagi buta hingga malam kelam, tersalip oleh satu gaya "Princess Syndrome" yang tampil bak barbie new arrival, dengan gaya bossie dan sok seksie.

Bisa kerja ? Gak masalah bisa kerja atau nggak. Toh, keseksian lewat suara desahan dan gaya berjalannya sudah bisa mengalihkan dunia, bahkan merubah hampir semua hal yang sudah terschedule dengan pasti. Misalnya : "Meeting di tunda jadi jam sekian yach...!" "Kenapa, kok lama amat mundurnya ?!" "Kata Bos, nunggu princess lagi ngafe di bawah". "Arghhhhhh". Mau marah ? Marah aja, toh pemenangnya tetap si Barbie New Arrival !

Aneh ? Banget, tapi kejadian. "Princess Syndrome" yang menurut saya merugikan kepentingan banyak orang ini, semakin aneh ketika tidak di sadari oleh lawan jenis yang merasa baik baik saja dan nyaman nyaman saja di perlakukan seperti itu. Tapi yang jelas, kelakuan orang dengan syndrome tersebut sangat mengganggu professionalisme dalam bekerja. Merusak kerjasama team dan yang lebih parah, selalu di tunjuk sebagai pilot project yang hanya duduk manis tanpa pernah turun ke lapangan. Sementara creditnya selalu dia yang dapat. Teman sepenanggungan saya menyebutnya "Dunia Jungkir Balik".

Pertanyaannya, haruskan kita ikut jungkir balik bersamanya ? Dengan taruhan suasana hati dan emosi yang ikut terjungkir sana sini. Tentu tidak ! sedikit solusi mungkin bisa berarti. Speak Out ! berani bicara dan sedikit menentang dengan bahasa diplomasi. Jika masih si barbie yang menang lagi...menang lagi...dan menang lagi...?

Bisa di artikan sebagai isyarat alam untuk segera berganti suasana hati :-)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline