PREDATOR DEMOKRASI
Oleh :
SUFMI DASCO AHMAD
(KETUA UMUM PP RELAWAN PASOPATI)
RELAWAN PRABOWO SUBIANTO PILIHAN PASTI
Demokrasi memang bukan sistem yang sempurna dan bukan tanpa kritik. Namun hingga saat ini, tidak ada sistem yang lebih baik selain demokrasi. Sistem ini meletakkan hak dan kebebasan rakyat sebagai warga negara dalam altar yang tinggi. Tak heran jika Yoshihiro Francis Fukuyama (1992), seorang filsuf dan penulis ekonomi politik asal Amerika Serikat menegaskan, demokrasi adalah titik akhir perjalanan evolusi ideologi manusia atau the end of history. Di berbagai belahan dunia gagasan demokrasi terus bergulir dan dijadikan pijakan. Bisa dipastikan di waktu mendatang, wacana dan implementasi demokrasi seantero jagat akan terus menemukan momentumnya. Sehingga isu apapun tidak lepas dengan mahluk yang bernama demokrasi.
Ancaman Bagi Demokrasi
Namun, mahluk yang bernama demokrasi ini terancam gagal menemukan momentumnya jika terus menerus dijagal oleh predator demokrasi. Predator merupakan mahluk yang berburu dan menjadi pemangsa mahluk yang lain, jika jumlahnya berlebih bisa menjadi ancaman kepunahan mahluk yang menjadi mangsanya tersebut.
Pemilihan presiden dan wakil presiden merupakan petunjuk jalan menuju demokrasi, baik secara prosedural maupun subtantif. Sebagai prosedur demokrasi, pilpres menggelar dan mengakomodir suara rakyat untuk memilih pemimpin nasional sebuah negara. Dan secara subtantif demokrasi, pilpres bertujuan untuk mengelola dan memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pelaksanaan pilpres secara langsung, sesungguhnya merupakan jawaban atas alternatif untuk menenangkan hiruk pikuk dan kegaduhan politik ketika masih melalui mekanisme pemilihan di MPR-RI pada masa lalu. Akan tetapi ini tidak lepas dari adanya kecurangan yang bisa timbulkan sengketa pilpres. Oleh karenanya, pilpres harus terbebas dari berbagai predator yang bisa membuat pelaksanaannya chaos bahkan gagal.
Setidaknya ada lima hal yang menjadi ancaman, yakni : pertama, pemalsuan dokumen pasangan capres dan cawapres. Kedua, kampanye negative, Ketiga, netralitas birokrasi-TNI-Polri, penyelenggara pilpres, dan pers. Keempat, politik uang dan manipulasi dana kampanye. Kelima, kampanye terselubung/curi start kampanye. Keenam, manipulasi perhitungan suara. Inilah yang bisa menjadi predator demokrasi.
Keberhasilan Demokrasi
Kita berharap pelaksanaan demokrasi di pilpres 9 Juli 2014 mendatang, menunjukkan tidak adanya intimidasi, kampanye negatif dan kekerasan; persiapan, pelaksanaan dan penegakkan peraturan pilpres dilakukan sesuai aturan yang berlaku; perhitungan suara dilakukan sesuai aturan dan tidak ditemukan kecurangan. Pemilih dijamin kerahasiaannya dalam pencoblosan. Pemungutan dan penghitungan suara musti transparan. Saksi dari tiap kandidat mesti hadir dan menandatangani berita acara dan rek up hasil perhitungan suara.
Sebuah keberhasilan, jika Pilpres 2014 tersebut menunjukkan indikator sebagai berikut : pertama, pemilih menggunakan hak pilihnya tanpa paksaan dan intimidasi dengan tingkat partisipasi yang tinggi; kedua, petugas pilpres dari pusat hingga daerah telah bekerja dengan baik, netral dan jurdil; ketiga, panwas, saksi kandidat dan pemantau independen mengawasi jalannya pilkada khususnya pada saat pemungutan dan perhitungan suara; keempat, masyarakat menerima hasil pilpres dengan tidak adanya gejolak serta protes yang massif; dan kelima, terjaminnya netralitas birokrasi-TNI-Polri dan pers.
Calon presiden RI, Prabowo Subianto menilai demokrasi adalah syarat mutlak bagi bangsa Indonesia untuk mencapai Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur serta bermartabat. Namun, kesadaran berdemokrasi yang ada di Indonesia dinilainya masih belum terlalu kuat dalam menjalankan aspirasi rakyatnya. Demokrasi di Indonesia masih berada dalam masa transisi menuju demokrasi sejati. Ada yang harus diperbaiki, dipertahankan, dan dikembangkan terus sesuai cita-cita pendiri bangsa kita. Bangsa Indonesia masih membutuhkan budaya demokrasi dalam bentuk pendidikan politik. Rakyat baru merasakan memilih hak politik untuk ikut pemilu, tetapi belum merasakan betapa pentingnya hak politik itu dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Prabowo Subianto dalam sebuah kesempatan dialog bersama warga melarang pendukungnya cemooh Jokowi-JK yang menjadi pesaingnya. Ia menegaskan bahwa semua bangsa besar harus menghargai pemimpin. Jangan sampai perbedaan ini justru menjadi upaya saling menjatuhkan dan mengadu domba. Selain itu, Prabowo Subianto menekankan untuk menyokong tradisi demokrasi positif itu sangat diperlukan terselenggaranya pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi sebagai syarat mutlak menuju Indonesia yang berdaulat dan bermartabat. Ia pun menjamin akan membangun serta menjalankan sistem demokrasi berlangsung secara produktif, bukan destruktif, layaknya predator demokrasi yang mengganggu tumbuhnya tradisi demokrasi positif. Prabowo Presiden, Indonesia Bangkit!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H