Lihat ke Halaman Asli

Program Ekonomi Kerakyatan Prabowo-Hatta

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14029315341675108111

PROGRAM EKONOMI KERAKYATAN PRABOWO-HATTA

Oleh : Sufmi Dasco Ahmad
Ketua Umum Pimpinan Pusat Relawan Pasopati
(Relawan Prabowo Subianto Pilihan Pasti)
Di negara mana pun, perekonomiannya selalu dibayangi peningkatan jumlah penduduk yang mayoritas bekerja di sektor informal. Umumnya para pekerja sektor informal ini bekerja di segala jenis pekerjaan dengan tanpa ada perlindungan negara dan tidak kena pajak. Pekerja sektor informal pun kerap sering disebut sebagai penyelamat perekonomian nasional karena mereka mempunyai daya tahan yang cukup kuat di tengah krisis ekonomi yang melanda. Mereka pada umumnya mempunyai ciri-ciri usaha sebagai berikut : ekonomi usaha skala mikro, mempunyai modal kecil, menggunakan teknologi sederhana, menghasilkan barang dan atau jasa dengan kualitas relatif rendah, tempat usaha tidak tetap, mobilitas tenaga kerja sangat tinggi, kelangsungan usaha tidak terjamin, jam kerja tidak teratur, tingkat produktivitas dan penghasilan relatif rendah dan tidak tetap. Contoh spesifiknya seperti: tukang becak, sopir angkot, petani, nelayan, pengamen jalanan, pedagang kaki lima, dan sebagainya.

Pada kurun waktu di bulan Agustus 2008, berdasarkan data Sakernas, pekerja sektor informal ini masih mendominasi kondisi ketenagakerjaan di Indonesia dengan kontribusi sekitar 65,92% pekerja laki-laki dan 73,54% pekerja perempuan. Dimana, wilayah pedesaan masih dominan menjadi sarang sektor informal. Di pedesaan lebih dari 75%-nya bekerja di sektor informal, sedangkan di perkotaan hanya 40% pekerja. Di Indonesia, potensi pekerja informal sangat besar, sedikitnya 73,20 juta orang pekerja (65,77%) dari angkatan kerja. Mereka inilah yang menjadi icon sasaran pembangunan ekonomi kerakyatan karena mendominasi relung ekonomi bangsa Indonesia.

Urgensi Program Pembangunan Ekonomi Kerakyatan

Tema debat terbuka capres-cawapres RI, yang digelar pada 15 Juni 2014, yakni Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial. Topik ini menjadi tontonan menarik, sebab mayoritas bangsa ini masih berada di level menengah ke bawah. Bagaimana pun, ekonomi kerakyatan sangat membutuhkan perhatian dari pemerintah. Dengan demikian, capres dan cawapres yang menjadi kontestan pilpres 2014 ini harus mempunya visi-misi dan program pembangunan ekonomi kerakyatan. Presiden dan kabinet pemerintahan yang mendapat mandat rakyat inilah yang akan menentukan kebijakan terkait hidup matinya sektor usaha yang menjadi ladang ekonomi kerakyatan.

Dalam banyak kasus di republik ini, pasca krisis ekonomi, menjamur tumbuhnya sektor-sektor usaha ekonomi informal. Pada hakekatnya, mengapa usaha sektor informal ini tumbuh subur, selain warga yang memang dari awal bekerja sebagai pekerja informal, di sisi lain banyak juga akibat himpitan ekonomi karena kasus PHK, dan sempitnya peluang kerja di sektor formal, daripada menganggur, mereka membidik sektor informal sebagai ladang usaha baru. Oleh karena itu pemerintah harus terus mengembangkan strategi dan kebijakan untuk menata kembali program pembangunan di bidang ekonomi kerakyatan. Bukan malah melakukan penggusuran dan pembongkaran demi alih fungsi lahan, yang justeru menandakan watak pembangunan yang tidak membela ekonomi lemah. Misalnya pada kasus penanganan pedagang kaki lima, yang sering terjadi dimana-mana, dengan bongkar paksa dan aksi kekerasan terhadap warganya.

Sebagai contoh, di bidang perdagangan, akibat tingginya angka konsumsi, pemerintah cenderung meningkatkan impor barang dari luar negeri, seolah pasokan barang dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Justeru ini membuat matinya usaha produksi dalam negeri sendiri kalah oleh serangan barang impor. Taruhannya adalah kesejahteraan rakyat yang bergerak di usaha produksi tersebut menjadi korban.

Ironis, dimana produksi pertanian kita antara lain : beras, gula, buah-buahan hingga sayur-sayuran diserang oleh gempuran produk pertanian impor yang membanjir di segala penjuru, dari pasar modern hingga pasar tradisional. Indonesia sebagai negara maritim seolah hanya slogan dan mimpi, di kala pemerintah sudah lepas kontrol atas derasnya stok garam dan ikan impor. Disini muncul pertanyaan besar, dimana kehadiran pemerintah sebagai representasi negara? Ke depan, kita harus terus mendorong komitmen pemerintah untuk tetap membela negara dan bangsa sendiri beserta segenap potensi yang dimiliki. Alasan hadirnya globalisasi di berbagai bidang tidak boleh menghambat pertumbuhan dan perkembangan usaha ekonomi kerakyatan nasional, demi Indonesia yang berdaulat, adil dan makmur.

Program Ekonomi Kerakyatan Prabowo-Hatta

Atas dasar kondisi obyektif tersebut, Prabowo Subianto bersama Hatta Rajasa sebagai Pasangan capres dan cawapres RI 2014-2019 mengusung icon Selamatkan Indonesia. Dalam konteks pembangunan ekonomi kerakyatan, Indonesia musti diselamatkan dari ancaman yang bisa menghambat bahkan mematikan sektor usaha ekonomi kerakyatan nasional. Ancaman itu bisa datang baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Kata kuncinya adalah menegaskan kembali nasionalisme dalam berbagai bidang pembangunan, khususnya sektor ekonomi kerakyatan. Berikut agenda program pembangunan ekonomi kerakyatan Prabowo-Hatta :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline