Dalam pelaksanaan pembangunan, terdapat paradigma yang tidak boleh diabaikan yaitu paradigma sehat. Pembangunan yang tidak mengindahkan kesehatan manusia, kesehatan lingkungan, kesehatan sosial, dan kesehatan budaya merupakan bentuk dari pelanggaran hak asasi manusia. Termasuk salah satu hak itu adalah hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (hak kesehatan) sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1) dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Dengan paradigma itu, maka setiap pembangunan di berbagai sektor harus berlandaskan pada kesehatan atau apa yang disebut “pembangunan yang berwawasan kesehatan”. Sehingga, dapat dikatakan bahwa setiap pembangunan disebut juga pembangunan kesehatan baik secara umum maupun spesifik terkait sektor kesehatan itu sendiri.
Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sebab, kesehatan menjadi salah satu ukuran dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam pengukuran IPM, kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan. Selain itu, kesehatan juga investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi dan upaya penanggulangan kemiskinan.
Untuk konteks Banten, pemerintah telah dan akan terus melakukan upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Upaya itu diarahkan pada penanaman dan penerapan paradigma sehat serta memperluas dan meningkatkan layanan kesehatan. Hasilnya cukup signifikan baik dilihat dari jumlah gizi balita maupun derajat kesehatan masyarakat.
Gizi Balita
Berbagai upaya dan program telah dilakukan Pemerintah Provinsi Banten untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat. Selain memperbanyak jumlah posyandu yang hingga saat ini telah berjumlah sekitar 13.000 di seluruh wilayah Banten, pemerintah juga terus meningkatkan partisipasi segenap lapisan masyarakat.
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan program ini adalah cakupan balita gizi buruk yang mendapat perawatan. Realisasi program ini memenuhi target tahun 2010 yakni 85% sehingga nilai capaian kinerja program perbaikan gizi masyarakat sebesar 100%. Gizi penduduk Provinsi Banten jauh lebih baik dibandingkan dengan rata-rata nasional.
Status gizi balita diukur Berat Badan dibandingkan dengan Umur (BB/U) yang termasuk gizi Buruk pada tingkat nasional 5,4% (2,4% DIY - 10,0% Aceh), sementara di Banten 4,4% (2,6% Tangerang - 5,4% Cilegon). Sedangkan untuk Gizi Kurang secara nasional 13,0% (8,5% DIY - 18,7% Sulteng), sementara Banten 12,2% (9,2% Lebak - 16,4% Serang).
Hal itu menunjukkan bahwa kondisi gizi penduduk Banten lebih baik dibandingkan secara nasional. Begitu juga dari data Balita yang berhasil dihimpun, diketahui bila diukur berat badannya dan disesuaikan dengan umurnya, maka 16,6% Gizi Kurang (GK) dan Gizi Buruk (GB), di bawah angka rata-rata prevalensi Nasional (18,4%).
Dalam setiap kunjungan kerjanya ke berbagai kecamatan, saya selaku Gubernur Banten sering mengatakan bahwa peran para kader Posyandu menjadi faktor penting dalam upaya perbaikan gizi masyarakat Banten. Hingga saat ini, jumlah kader Posyandu di Provinsi Banten telah mencapai 65.000 orang dan akan terus ditingkatkan seiring dengan terus bertambahnya Posyandu.
Keberhasilan perbaikan gizi masyarakat sangat erat kaitannya dengan peningkatan kesehatan sumber daya manusia dan produktifitasnya. Oleh sebab itu, masyarakat harus terus didorong untuk mengakses layanan kesehatan, khususnya para ibu hamil dan anak balita. Partisipasi masyarakat datang ke Posyandu, telah cukup berhasil menurunkan angka kematian bayi dan ibu melahirkan.
Sejauh ini, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) telah digulirkan. Dengan BOK diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi, sehingga derajat kesehatan masyarakat akan meningkat. Penggunaan dana BOK menitikberatkan pada aspek preventif (pencegahan) dan promotif (promosi) kesehatan melalui petugas pusat kesehatan masyarakat(Puskesmas). Selain itu juga pencapaian hidup dalam lingkungan yang sehat dan mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Dana BOK itu juga digunakan untuk penanganan gizi buruk, perbaikan kesehatan ibu dan balita, pemantauan minum obat dan kunjungan kepala keluarga yang rawan penyakit, di antaranya tuberkulosis. Program ini ditargetkan bisa menurunkan kematian ibu dan bayi, prevalensi gizi buruk, dan meningkatkan usia harapan hidup. Sasaran akhirnya adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat Banten.
Derajat Kesehatan
Sampai tahun 2010, Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Banten mencapai 22,8 dari 1.000 kelahiran hidup, melampaui rata-rata nasional dan target sasaran pembangunan millennium (Millennium Development Goals/MDG’s). AKB nasional 2010 sebesar 35 dari 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan target MDG’s pada tahun 2015, AKB dipatok sebanyak 25 orang per 1.000 kelahiran hidup.
Pemerintah Provinsi Banten teah melaksanakan berbagai upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat, seperti peningkatan akses kesehatan bagi seluruh masyarakat. Selain itu, pemerintah juga telah melaksanakan upaya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan.
Hasilnya beberapa indikator utama bidang kesehatan berhasil melampaui rata-rata nasional. Angka kematian ibu (AKI) melahirkan, tahun 2010 mencapai 187,3 per seribu kelahiran hidup, sedangkan rata-rata nasional berada pada angka 228 perseribu kelahiran hidup. Angka kematian bayi 22,8 per seribu kelahiran hidup, dan rata-rata nasional sebesar 35 per seribu kelahiran hidup. Bahkan AKB di Provinsi Banten telah melampaui target MDG’s 2015.
Pemerintah Provinsi Banten bertekad untuk berupaya mencapai target MDG’s pada indikator utama bidang kesehatan lainnya, antara lain AKI 102 per seribu kelahiran hidup tahun 2015, prevalensi balita kurang gizi 15,5%, persalinan oleh tenaga kesehatan. Salah satunya melalui kampanye menggalakkan gerakan hidup sehat dan meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di atas.
Sampai tahun 2010, masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan melalui 10 buah rumah sakit pemerintah (RSUD dan pusat), 49 rumah sakit swasta, 59 Puskesmas perawatan, 151 Puskesmas non perawatan, 197 Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), 109 Pos Kesehatan Pesantren (Poskentren), 215 Puskesmas keliling roda empat, 853 Puskesmas keliling roda dua dan 9.919 buah.
Bila sebelumnya masyarakat pedesaan kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan, sekarang sudah tidak dikhawatirkan lagi. Saat ini jumlah desa dan kelurahan sebanyak 1.535. Dari jumlah itu, sebanyak 1.510 atau 98% desa sudah memiliki bidan desa. Selain itu, sebanyak 1.377 desa atau sebesar 90%, berstatus sebagai desa siaga. Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan secara mandiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H