Lihat ke Halaman Asli

Jurika Fratiwi SH SE MM

Sekjen DPP Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (HIPMIKINDO)

Pemberdayaan Sabut Kelapa Berbasis Teknologi Membutuhkan Peran PUPR

Diperbarui: 6 September 2023   23:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bupati Minahasa Selatan Franky Donny Wongkar dengan Jurika Fratiwi Kotraktor Lahan Longsor Perempuan Pertama yang menggunakan cocomesh | Dok Pribadi

Minahasa Selatan -- Pembukaan kegiatan bimtek di lokasi "Factory Sharing Rumah Produksi Bersama" di desa Kapitu, kecamatan Amurang Minahasa Selatan dibuka Bupati Minsel Franky Donny Wongkar, mengatakan "Factory sharing ini merupakan program yang mendukung kemitraan antar UMKM dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Usaha Besar, yang juga untuk meningkatkan mutu produk dan modernisasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), nantinya standar produk UMKM akan sejajar dengan standar industri, Standar industri pada produk UMKM  kini sangat diperlukan, mengingat kini peluang kemitraan dengan BUMN dan Usaha Besar diperlukan produk berstandar industri," (30/08)

"Sulawesi Utara adalah Provinsi yang menghasilkan buah kelapa terbesar di Indonesia tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal terutama sabut kelapanya banyak terbuang" kata Jurika selaku penggiat produk kelapa dan turunannya yang pernah menghadiri konfrensi sabut kelapa dunia di Klara India, di acara ini  memberikan motivasi kepada umkm buah kelapa dan produk turunannya pada acara pembukaan bimtek peningkatan kapasitas SDM UKM melalui pemanfaatan teknologi pengelolaan manajemen terpadu umkm di Minahasa Selatan, Jurika juga mengatakan "Sulawesi Utara termasuk minim teknologi untuk pengelolaan sabut kelapa, berbeda dengan teknologi pengelolaan sabut kelapa di pulau jawa yang jauh lebih maju sehingga banyak produk sabut kelapa dan turunannya dikelola dengan baik.

Perempuan kontraktor pertama yang menggunakan cocomesh, yang digeluti sejak tahun 2012 bersama perusahaanya PT. Pertiwi Alam Jaya, Jurika yang menjabat Sekjend di Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia dalam kesempatannnya mengatakan "saya berharap Minahasa Selatan tidak hanya memproduksi cocofiber yang di ekspor ke China, karena selama ini dari negara-negara maju banyak import produk jadi sabut kelapa ke China, posisi saat ini Indonesia hanya mampu menjual bahan baku setengah jadi ke China bayangkan di Indonesia tingkat pengangguran masih tinggi sementara peluang tenaga kerja dipangkas dengan penjualan law material kelapa dan turunannya" 

Berdasarkan data FAO tahun 2014-2018 Indonesia menduduki sebagai negara produsen kelapa terbesar di dunia dengan rata-rata produksi 18,04 juta ton kelapa butir disusul oleh Filipina, India, Sri Lanka dan Brasil. "Pemerintah dan para pemangku kepentingan diIndonesia kurang peduli dengan kekayaan sumber daya alam, buktinya tidak ada regulasi yang diatur untuk peredaran atau penjualan buah kelapa, masih banyak di ekspor buah kelapa ke beberapa negara dan penjualan ekspor terbatas hanya pada cocofiber saja, jika dihitung berapa tenaga kerja yang dipangkas dengan penjualan buah kelapa dan penjualan cocofiber? sudah saatnya regulasi dibuat menyusul dengan India dan Philipina yang sudah terlebih dahulu membuat aturan untuk mengeskpor barang jadi, sehingga apa yang selalu di gaungkan presiden terkait hilirisasi tidak hanya untuk  nikel, mineral, tembaga dan bauksit saja, tapi juga diberlakukan untuk produk sumber daya alam" kata Jurika yang juga sebagai trainer SMI Consultant, untuk SCORE Training dan pengembangan UKM

"saya memiliki ratusan binaan industri rumahan sabut kelapa yang memproduksi sabut kelapa dan turunan antara lain cocomesh, cocoheet, cocoroll dll, hal ini menjadi pemerataan ekonomi untuk daerah pesisir dan sekitarnya, produk tersebut di pergunakan untuk pembangunan infrastruktur di IKN Kalimantan, bahkan Sulawesi Utara sendiri yang memiliki sabut kelapa terbanyak infrastrukturnya belum menggunakan sabut kelapa" kata Jurika yang menjabat sebagai ketua lingkungan hidup dan perikanan yang juga berharap agar Menteri PUPR menggunakan sabut kelapa sebagai media penyehatan dan penguatan infrastruktur di IKN di beberapa daerah, yang saat ini masih menggunakan pelastik geomat, kenapa kita tidak bangga dengan produk kita sendiri yang jelas sabut kelapa yang akan tergredibel dengan tanah dan menjadi unsur hara bagi tanah tapi lebih percaya dengan pelastik yang saat ini kita sedang perangi dan kampanyekan untuk mengurangi sampah pelastik. "Saya menantang pihak PUPR yang membuat aturan pekerjaan teknis pengunaan geomat, dengan membuat kajian atau studi banding, saya sangat meyakini cocomesh 1000 persen lebih baik dari geomat, produk yang saat ini menjadi primadona di PUPR".

 Dalam waktu dekat saya ingin menjumpai Menteri PUPR untuk memberikan masukkan dan memohon agar Pembangunan IKN menggunakan cocomesh lebih banyak agar menyerap sumber daya alam Indonesia lebih banyak dan demi kelestarian lingkungan dan mendorong percepatan ekonomi hijau". kata Jurika yang saat ini menjabat ketua Kawal Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (KAWALI) DKI Jakarta menutup pembicaraan. "saya memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya untuk Menteri Koperasi dan UMKM Bapak Teten yang sudah memilih salah satu daerah yang memiliki potensi bagus untuk UMKM karena kaya dengan sumber daya alamnya" Program Rumah Produksi Bersama ini sangat tepat sasaran karena mengangkat tentang buah kelapa yang menduduki nomer 1 di dunia dan provinsi terbesar penghasil kelapa nomer satu di Indonesia. (Jf)

Berdiskusi dengan Bupati Minahasa Selatan dan Jurika penggiat kelapa dan turunannya dan kontraktor perempuan pertama yang menangani lahar longsor | Dok Pribbadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline