Lihat ke Halaman Asli

Pesantren -- membuatku minder :|

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

by. Putri Filzaty eL Rahman

bismillahirrahmannirrahim

Rasanya kalau sudah mendengar nama atau cerita berbau pesantren, aku bisa menjadi minder sendiri. Alasannya?

Aku dilahirkan dari sebuah keluarga muslim yang aku sendiri tak ingin menyebutkan bibit bebet dan bobotnya, menurutku sekarang itu bukanlah hal yang penting. Karena bagiku, masa lalu bukanlah bagian dari masa sekarang.

Jalur pendidikanku sama seperti yang lain, melewati jalur biasa. SD, SMP, SMA umum.. tak pernah terpikir dulu untuk masuk ke MIN, MTS ataupun MAN. Apalagi pesantren. Namun, apabila aku diberikan kesempatan untuk melahirkan dari rahimku sendiri, aku ingin sekali memboyongnya untuk masuk di pesantren.

Aku memang seorang muslim dari aku kecil. Tapi untuk pemahaman agama, aku sangat jauh sekali. Yang terakhir aku ingat ketika mengaji itu waktu SD, itupun sampai juz 2. Sampailah aku kuliah di semester 7, baru aku melanjutkan belajar mengaji lagi. Kalau ada yang bilang itu waktu yang sia-sia, memang iya. Kalau ada yang menyesalkan waktu selama itu, memang iya. Tapi aku tak bisa memungkirinya.

Dari SD sampai kuliah disemester 5, aku sempat terjebak dalam dunia karir. Bekerjakah aku? Tidak. Lalu? Hanya hoby sampingan yang bisa membawa aku mencapai puncak karir, itu menurutku. Rasanya langkah untuk menuju artis itu sudah didepan mata, jika aku berani untuk melanjutkannya. Berani untuk bermaksiat lebih banyak lagi. Namun, Allah punya rencana yang lebih indah. Cukup maksiat yang diperbuat, waktunya aku bertobat nasuha.

Pengalaman apa yang aku dapat selama belasan tahun mengenal dan mencintai dunia? Banyak. Banyak sekali. Dari gaya hidup hedonis, sampai lupa akan kewajiban seorang muslim, alih-alih menyepelekan. Apalagi bagian hidup anak muda.

Penyesalan kah? Iya, sangat menyesal!

Memang pernah dulu sempat terpikir dibenak.

“kapan aku bisa memperdalam agama?”

“karirku alhamdulillah selalu menanjak, materi berlimpah, tapi batinku kosong.”

“dosakah yang aku perbuat ini?”

Mungkin sekiranya hanya itu yang bisa mewakili dari sekian banyak lika-liku kehidupan.

Rasanya wajar, jika aku minder dengan pendidikan ala pesantren. Itu semua berpengaruh pada masa depanku. Masa depanku di dunia dan akhirat.

Masihkah aku mencintai dunia sekarang ini? Tidak, bahkan aku sangat membencinya! Banyak harapan palsu, angan-angan palsu, dan impian palsu.

Lalu apa yang aku lakukan sekarang? Aku memilih untuk sedikit demi sedikit berusaha menjauhi semua itu, dengan proses. Proses yang membuat aku terkadang bisa berada diatas, ketika aku merasa sangat bahagia, dengan kenikmatan yang diberikan-Nya. Tapi akupun bisa berada dibawah, ketika cobaan yang beruntun mencoba datang dan menemui lalu berkata, “bersabarlah dan teruslah memohon pada-Nya dengan sholat dan sedekah.”

Lalu, kenapa pesantren? Karena aku memiliki pandangan, dari situlah muncul generasi hebat. Orang tua, yang benar-benar meng-ikhlaskan putra-putrinya menuntut ilmu setinggi mungkin, untuk kehidupan dunia dan akhirat nanti. Walaupun dengan waktu pertemuan yang minim. Namun tak ayal, sedikit dari mereka yang tidak tahan akan kehidupan indah dipesantren, entah mengapa, itu hanya mereka yang tahu jawabannya.

Namun, kucoba fokuskan. Walaupun aku masih jauh dari pembelajaran semua itu, aku berani untuk mengejar. Jikapun besok telah tiada, aku harus yakin jannah itu milik Allah, dan Allah yang berhak menentukan kemana hambanya masuk. Janji Allah itu pasti, janji manusia itu .....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline