Lihat ke Halaman Asli

Gilang Parahita

Hai! Saya menulis di sini sebagai hobi. Cek karya-karya saya!

Stop, Jangan Banyak Mengkritik Pasangan!

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

TAK ada seorang pun yang menginginkan kritik dari pasangan, jika semua mau jujur. Tetapi, kritik itu seringkali menyembur tanpa dipikir panjang. Dalam sedetik kemudian, seseorang yang lainnya terluka atau malah defensif.

Kritik jelas berbeda dari respon konstruktif atau saran. Kritik menunjukkan dan menamai sesuatu hal dengan konotasi negatif, sementara saran adalah respon yang membantu atas sesuatu hal yang dianggap masalah, misalnya begini:

Pasangan sering meletakkan gelas dan piring bekas makanan di mana pun sesukanya. Atas masalah tersebut, pengkritik akan berkata, "Kamu ini suka bikin berantakan!" Sementara, pemberi saran akan berkata, "Tolong dong dikembalikan semua gelas piring bekas pakai ke tempat cuci!"

Jihan, sahabat saya sudah berulangkali mengeluhkan kebiasaan suaminya yang suka mengkritik. Sebagai pribadi yang mudah bergaul dan berpembawaan ceria, mula-mula ia menanggapi biasa kritik-kritik suaminya itu. Tetapi, suasana hati toh tak selalu dalam keadaan gembira. Kritik yang biasa ia tanggapi dengan santai pada situasi tertentu bisa membuatnya jengkel dan marah.

Menurut Jihan, kebiasaan suaminya mengkritik sudah 'parah'. Sehari-hari, pekerjaan suaminya di bidang desain grafis dan jual beli karya seni memang mengharuskan suaminya pandai mengkritik hasil karya orang lain. Tetapi, kebiasaan dan keterampilan mengkritik itu terbawa hingga ke rumah.

Pada awal pernikahan, kritik suaminya lebih tertuju pada hal-hal di luar diri Jihan, misalnya, "Ini sayur sop atau bening?",  "Wah, nonton film cengeng lagi" , dan "Kayak baju Mami-mami." Akhir-akhir ini, kritik suaminya ditujukan langsung pada dirinya, seperti, "Kamu kasar pada asisten RT", "Tumit bibik", dan kalau Jihan defensif suaminya akan berkata, "Kamu susah ditegur."

Situasi Jihan mungkin familiar dengan kehidupan sehari-hari kita di rumah.

Memang, kritik di lingkungan kerja atau karier dibutuhkan untuk memacu organisasi bekerja lebih baik dan berprestasi. Akan tetapi, kritik di antara pasangan berrumahtangga hanya satu hukumnya:

Hasil kritik tak selalu konstruktif, tetapi dampak kritik pasti negatif bagi hubungan pasangan itu.

Dalam sebuah pernikahan, pasangan bukanlah orang lain. Kita cenderung tidak berjarak atau bahkan menganggap sosoknya adalah bagian dari sosok kita sendiri. Oleh karena itu, jangankan mengkritik, sindiran dengan humor pun akan terlihat seperti gunung Vesuvius di padang sabana, apalagi mengkritik.

Mengkritik adalah mencela. Kritik dari pasangan hanya akan membuat pihak lainnya merasa lebih negatif tentang dirinya tanpa mengerti harus berbuat apa. Dalam sebuah pernikahan, mengkritik adalah media penularan dari sesuatu hal yang negatif dari pasangan pengkritik ke pasangan yang dikritik. Kalau begitu, berarti, ada hal-hal yang negatif dari pasangan pengkritik yang perlu diwaspadai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline