Lihat ke Halaman Asli

Ayah

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku Merindukanmu
Tak terbendung dan mengalir Seperti deras Air sungai

kadang menggila dari batas sadar
kalau sampai sungai-sungai kering dan mati
Merpati yang tebang indah ketakutan,
atau kucing-kucing tetangga yang lucu bersembunyi penuh cemas
Rinduku tak terbats semua itu
seakan menggema di awan-awan abadi

Pernah kita duduk bersama
mengukir hari di Kedai Kopi Kota itu
bercerita dan bercengkrama
lalu dengan senyum lebarmu kau memanggil Pelayan

Ayah...
Dari wajahmu tersirat pesan-pesan penuh cinta untuk keluargamu
bak kedamaian dan kehormatan
tatapanmu yang jauh dan tajam
seperti pisau kehidupan
yang merobek-robek
kertas kecemasan
untuk besok nanti
di dekatmu semua terasa dingin
Suara lembut yang mengajaku di pagi-pagi
kesana
mandi dan Kesekolah lah.,

Bumi masih di selimuti udara segar
jendela-jendala rumah tua menyambut hari
di luar sana ada sejuta lubang hidung
yang menghirup oksigen pagi
aku ingat itu..

Ayah..
Semua tentangmu abadi
Daun yang jatuh bergantian
laut yang pasang surut
musim yang membawa kisah-kisah
tetap saja tersimpan dan agung anak cinta dan kedamian
keindahan-keindahan itu masih terukir jelas
sampai suatu waktu jangkrik berhenti bernanyi dengan suara merdunya
atau bahkan bumi mengenal dendam pun
Rinduku tak terbatas semua itu

ini Cinta
Aku merindukanmu tanpa batas




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline