Lihat ke Halaman Asli

Jangan Bungkam Aku Bu

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Seperti anak pucuk dalam dekapan mawar itu

Melemah atau Merekah?

Sama seperti aku Bu..!

Dalam dekapanmu aku hangat

Dalam dekapanmu juga aku melemah

Biarkan aku menatap dunia luar Bu..!

Biarkan aku menjadi layaknya mereka semua

Mawar itu takkan membiarkan anak pucuknya melemah

Tapi..

Bagaimana dengan engkau Bu..?

Kau biarkan aku dalam dekapan hangatmu..

Tapi aku tak merasakan hangatnya dirimu

Di setiap sudut jalan..

Kau menetupiku dari teriknya matahari

Kau buat seolah aku tak berdaya..

Seribu sosok melihat kita Bu..!

Kau menunduk..

Membawaku dalam setiap langkahmu Bu..!

Ingin saja aku berteriak pada dunia

Bahwa aku..

Tak ingin kau bungkam Bu..!

Puisi diatas merupakan kisah seorang anak kecil yang selalu dibawa oleh ibunya untuk ikut pergi mengemis. Menelusuri setiap jalan sudut kota. Menggendongnya dan menutupi dia dari teriknya matahari, seolah anak itu lemah dalam dekapannya. Akan tetapi tidak pada kenyataan yang sebenarnya. Anak itu butuh dunia luarnya, butuh dunia bermainnya, butuh kasih sayang yang benar-benar tulus. Bukan dengan begitu caranya.

Fenomena seperti di atas, dapat disimpulkan bahwa, banyak sekali hal-hal yang terjadi seperti diatas. Para pengemis-pengemis dijalanan banyak memanfaatkan anaknya untuk ikut mengais rezeki. Padahal jika kita lihat, sosialisasi seperti itu tidak baik untuk sang anak. Secara tidak langsung, sang ibu mendidik anaknya untuk seperti itu juga kelak. Anak pada tempatnya yaitu di didik secara matang, agar kelak bisa menjadi seseorang yang lebih baik. Mereka pada masa seperti itu, dituntut untuk bermain, bermain bersama teman-temannya, belajar dengan kegembiraan yang diberikan oleh guru yang mengajarnya di sekolahnya. Mungkin sosialisasi seperti itulah yang diharapkan oleh sang anak kepada ibunya pada fenomena cuplikan puisi di atas.

Sosialisasi yang diberikan kepada anak pada saat itu, bisa saja membuat sang anak sedikit mengalami trauma atau malah terjerumus dalam ajaran ibunya. Pembentukan kepribadian yang tidak baik & pemberian pelajaran yang kurang baik kepada anak, sehingga bisa saja membentuk mental anak menjadi kurang baik pula. Mungkin tidak semua kejadian seperti dalam puisi tersebut seperti itu. Sang anak menentang sang ibu dalam bungkamannya, atau malah memang ingin hidup tetap seperti itu, di tengah ramainya jalanan kota.

Peranan orang tua dalam membentuk kepribadian mental seorang anak itu sangat penting. Anak pada masa kecilnya, biarkan dia bermain, menikmati setiap apa yang ia lakukan bersama teman-temannya. Kegembiraan, tangis, keceriaan dalam dunia kecil yang mereka alami pada dasarnya akan membentuk mental mereka sendiri. Orang tua hanya memberikan pelajaran-pelajaran kecil untuk mengarahkan mereka, memberitahu mereka, mana yang benar dan mana yang salah. Sosialisasi seperti itulah yang seharusnya orang tua berikan kepada sang anak. Bukan mengikut sertakan mereka dalam hal-hal sulit seperti ikut mengais rejeki karena terbelakangnya kehidupan ekonomi keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline