Lihat ke Halaman Asli

Kemirek

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam falsafah budaya jawa dan utamanya dikalangan masyarakat Ponorogo ada sebuah istilah yang sering dipakai untuk menggambarkan perilaku seseorang dengan cara men-serupa-kan dengan berbagai hal, baik berupa kata benda ataupun nama binatang.

Tujuan dari men-serupa-kan seseorang dengan binatang bukan untuk menghina melainkan untuk memudahkan pembelajaran makna hidup dan akhlak bagi anak-anak yang belum memahami makna filsafat luhur yang lebih njelimet lagi.

Kata ‘kemirek’ berasal dari kata ‘kirek’ alias anak anjing (basa jawa: asu), jika asu adalah induk anjing maka kirek adalah anak anjing hingga dia menjadi dewasa beranak pinak.

Adapun arti dari istilah kemirek itu merujuk kepada semua kebiasaan yang dilakukan oleh anak anjing dan kemudian disamakan dengan perilaku remaja pada manusia.

Untuk mempertegas istilah itu ada yang menambahkan kata bujang didepannya menjadi ‘bujang kemirek’ yang maknanya adalah remaja usia belasan yang dalam pandangan masyarakat memiliki sifat-sifat serupa dengan kirek itu tadi.

Sebagai pembanding mari kita urai beberapa sifat dan kebiasaan kirek atau anjing berikut ini.

Pertama, Menggonggong

Kirek itu selalu menggonggong, walau tidak mungkin dia mengembik, bukan itu maksudnya..., kirek itu ketemu orang menggonggong, lapar menggonggong, kenyang menggonggong, sakit menggonggong, senang menggonggong juga. Begitu juga dengan anak usia remaja yang amat gemar melakukan protes, salah saja protes apalagi kalau dia merasa benar.

Kedua, Bercanda berlebihan

Namanya juga anak anjing, kalau bercanda seringkali kelewatan saling gigit dan terkadang hingga merusak barang, perilaku yang sama juga akan kita dapati dalam diri seorang remaja yang kadang kala tidak tau kadar bahaya, semua dianggap iseng dan sekedar bercanda.

Ketiga, birahi

Selayaknya manusia, kirek juga sudah mulai suka lawan jenis, ia berusaha menarik perhatian, super protektif, posesif dan sering bertindak konyol hanya untuk menunjukkan kalau dia mencintai kirek yang lain. Oleh sebab itu anak remaja kita terkadang tidak berpikir panjang untuk melampiaskan birahinya, apa lagi dijaman seperti sekarang yang menganggap cinta bukan hanya lewat kata tetapi juga dengan perbuatan.

Keempat, Jorok

Kirek belum memiliki disiplin seperti Asu, dia masih suka kencing sembarangan, buang air besar juga sembarangan, hal yang sama dilakukan oleh para remaja kita, jarang sekali seorang remaja yang memahami dan menyadari arti dari sebuah kebersihan dan kesucian (dalam hal ibadah), mereka cenderung menggampangkan segala sesuatu.

Kelima, Jail.

Sama seperti remaja yang merasa bahwa kalau gak jail gak rame, mereka membuat sesuatu untuk lucu-lucuan saja dan sekali lagi mereka hanya berpikir untuk menghibur diri dan orang lain, walau pada anak-anak tertentu sudah dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal.

Oleh sebab itu, masyarakat jawa memiliki kearifan sendiri dalam menghadapi bujang kemirek ini, sama halnya dalam memperlakukan kirek maka cara mendidik anak seusia remaja inipun haruslah dengan cara yang unik pula.

Mendidik bujang kemirek haruslah mengutamakan kesabaran, dialog dan ketegasan. Kombinasinya harus pas, sebab seperti kelakuan kirek, salah-salah kita malah digigit karena menolong mereka, sebab kirek belum tau cara berterimakasih dan yang ia tahu, yang selalu salah adalah orang lain bukan dirinya, kegagalan dirinya karena orang lain yang tidak mau mengikuti aturannya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline